5 Mitos tentang Puisi

Jabarekspres.com — Apa yang kamu pikirkan ketika mendengar kata “puisi”? Jawabannya bisa beragam. Tapi, setidaknya kamu pernah menganggap bahwa ia adalah untaian kata-kata indah, bukan?

Dengan “kata-kata indah“, kamu lalu mengutipnya untuk, misalnya, membuat gebetan terpesona. Lantas kamu pun jadi banyak mengutip cuitan-cuitan tentang rindu Fiersa Besari.

Tidak ada yang salah dengan itu. Untaian kata-kata indah memang selalu mengunggah perasaan, apa lagi jika kita itu budak cinta (bucin).

Tapi, percaya atau tidak, suka atau tidak, sajak itu bukan cuma persoalan rindu a la Fiersa Besari, kok. Sajak pun tidak hanya menyangkut soal “perpisahan dengan doi” atau “kata-kata motivasi”. Yang pasti, ia bukan hanya perkara memble-memblean.

Dengan begitu, puisi pun punya mitosnya tersendiri, atau anggapan-anggapan yang tidak berdasar.

Berikut ini merupakan mitos-mitos dalam puisi yang tidak jarang kita dengar dari orang-orang.

1. Ia adalah kata-kata indah

Tidak selalu. Ia tidak selalu dan harus dirangkai dengan kata-kata indah. Dengan begitu, kata-kata biasa atau ungkapan sehari-hari juga bisa menjadi puisi.

Kata-kata tidak harus meliuk-liuk untuk menjadi puisi. Bahkan, kata-kata atau ungkapan-ungkapan sederhana justru bisa lebih puitis dari “kata-kata indah”. Lihat saja, misalnya, sajak Sapardi berjudul “Aku Ingin”.

Dalam sajak tersebut, Sapardi tidak menggunakan kata-kata yang “wah“. Diksi yang ia pilih dalam sajaknya itu sangat sederhana. Kesederhanaan justru punya daya tarik yang kuat dalam sajak.

2. Ia adalah untuk menggombal

Tidak. Bukan. Puisi bukan untuk menggombal, meski juga tidak ada salahnya dengan itu, toh banyak orang lain yang melakukannya.

Yang pasti, ia adalah salah satu jalan untuk menghayati kehidupan. Tentu dalam kehidupan itu tidak hanya berkutat seputar cinta a la Fiersa Besari saja.

Sajak juga bisa tentang kegilaan. Lihat saja, contohnya, puisi Sylvia Plath berjudul “Mad Girl’s Love Song”. Dalam puisi tersebut, fantasi dan realita benar-benar melebur.

3. Ia itu menyentuh perasaan

Tidak. Sajak tidak harus menyentuh perasaan. Jelasnya, puisi bukan hanya persoalan perasaan. Bagaimanapun, puisi juga menyangkut akal dan pikiran.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan