JAKARTA – Pengamat politik dari Universitas Diponegoro (Undip) Wijayanto menyebut wacana penundaan pemilu mencerminkan hawa nafsu inkonstitusional yang tidak kunjung padam. Begitu pula dengan wacana perpanjangan masa jabatan presiden.
“Berkembangnya lagi wacana penundaan pemilu menjelang Pemilu 2024 menjadi alarm bagi masyarakat bahwa amanat reformasi 1998 terancam dikhianati oleh permufakatan jahat sekelompok elite yang ingin menghancurkan reputasi Presiden Joko Widodo,” kata Wijayanto di Jakarta.
Wijayanto kerap ditanya tentang dua wacana tersebut sejak tahun 2019 hingga saat ini. Menurutnya, hal tersebut menjadi alarm tanda bahaya. Jika saja pemilu sampai ditunda atau masa pemerintahan saat ini diperpanjang, maka Indonesia tidak bisa lagi disebut negara demokrasi.
“Walaupun dicarikan pembenaran melalui amandemen konstitusi, maka Indonesia bukan lagi negara demokrasi,” tegasnya.
Masyarakat, kata dia, hendaknya tidak lagi memilih partai politik yang dinilai telah mengkhianati semangat reformasi pada penyelenggaraan Pemilu 2024 nanti.
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan tegas menolak wacana penundaan pemilu.
“Kalau alasannya aspirasi rakyat, rakyat yang mana? Jangan main-main dengan suara rakyat. Kok ringan-ringan saja menabrak konstitusi? Kita berkeliling ke 34 provinsi dan ratusan kabupaten kota, yang ada masyarakat justru mengeluh atas kondisi hari ini yang tidak kunjung membaik. Prioritas pun tidak ada,” tegas AHY.
Menanggapi hal ini, Wasekjen DPP Partai Demokrat Jovan Latuconsina menegaskan, partainya tidak takut menyuarakan kebenaran. Partai Demokrat paham sekali kondisi negara saat ini sedang dirundung banyak masalah.
“Tetapi hak konstitusi rakyat jangan dipotong. Kami terus berikhtiar untuk selalu tunduk pada konstitusi,” tegasnya.
Lulusan Nanjing Tiongkok ini menyatakan, Presiden Jokowi telah secara jelas menegaskan tidak ada perpanjangan jabatan presiden. Menunda pemilu, sama dengan memperpanjang jabatan Presiden. “Kata Presiden, ini sama dengan menampar muka beliau. Memalukan orang-orang yang ingin memalukan nama Presiden ini,” katanya.
Ia pun setuju dengan pernyataan Wasisto Raharjo Jati, peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional yang menyebutkan partai politik yang mendukung ide penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden, dianggap telah mengkhianati amanat reformasi. Padahal salah satu amanat reformasi adalah pembatasan masa jabatan presiden yang dituangkan dalam UUD 1945.