BANDUNG – Ketua Komisi I DPRD Provinsi Jawa Barat, Bedi Budiman menanggapi pertanyaan peserta seminar nasional, terkait kekhawatiran adanya potensi agenda politik dalam penetapan 20 Penjabat (Pj) Kepala Daerah di Jawa Barat (Jabar) dengan penuh semangat.
Pasalnya, Bedi yang semula hanya menjadi tamu acara, sampai-sampai maju menjadi pembicara. Hanya untuk menjawab pertanyaan dari seorang peserta seminar nasional “Legitimasi dan Implikasi Penetapan 20 Pj Kepala Daerah di Jawa Barat” yang digelar FISIP Unpas, pada Jumat (11/2).
“Sudahlah, perdebatan mengenai UU (no 10) 2016 (tentang penerapan Pj) sudah final, akademisi hendaknya bisa memproyeksikan ke depannya seperti apa. Karena di Jabar sudah ketahuan angkanya, 20 (penjabat kepala daerah berakhir masa jabatan), bareng Gubernur,” ungkapnya.
“Saya melihat kepala-kepala dinas. Bayangkan kalau semua pegawai desa menjadi kepala daerah. Kurang. Terus bagaimana dengan pemerintahan provinsi?” tanya Bedi.
Pertanyaan tersebut bukan tanpa alasan, sebab pada waktu yang sama, September mendatang, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Wakilnya Uu Rizhanul Ulum akan berakhir masa jabatannya.
“Gubernurnya juga sama, istirahat. Maka, kalau soal netral atau tidak netralnya Pj nanti, itu mah gakkan pernah ada jawabannya,” katanya.
“Regulasi dan itu sudah biasa. Yang namanya ASN jadi Pj, ya, sudah biasa. Dan mereka menunjukkan profesionalitas. Bahkan, sepanjang ada Pj di Jawa Barat ini yang pernah saya tahu, tidak pernah ada komplen dari partai politik,” tambahnya.
Dedi menjelaskan hal tersebut terjadi karena partai politik takut kehilangan ASN-nya.
“Saya kira, bersama-sama, kita mengawal seperti apa komposisinya. Ini bisa menjadi role model untuk nasional,” ucapnya.
Dedi menambahkan tidak ada kaitan bahwa penetapan Pj akan menguntungkan rezim tertentu. Karena menurutnya UU tersebut dibuat dan disahkan pada tahun 2016.
“Gak jelas itu untuk presidennya siapa. Karena pilpres saja baru kemarin tahun 2019, pilegnya juga 2019. Ini adalah idealisme negara supaya teratur,” ujarnya.
“Nah ini negara mau ditata, kalau pusatnya dulu hadir. Kekuatan politiknya, pilpres, pileg, DPR RI dan DPD. Kemudian pilkada serentak. Nanti yang namanya rencana pembangunan jangka menengah, panjang, dan itu bisa selaras. Maka mari kita kawal dan kita sukseskan ini,” pungkasnya. (zar)