JAKARTA – Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) di Kaltim diprediksi akan makan waktu sekitar 20 tahun. Menteri Bappenas menjelaskan untuk siapa ibu kota ini dibangun.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Suharso Monoarfa menjelaskan mengenai pembangunan IKN ini dalam program acara di Kompas TV bertemakan “Ibukota Baru untuk Siapa?”, Rabu malam (19/1).
Menurut Kepala Bappenas, rencana ini bisa menjadi mimpi buruk bagi pemerintahan Presiden Joko Widodo yang ingin memindahkan ibukota baru ke Kalimantan Timur mengingat kondisi politik yang dinamis.
Proses pembangunan Ibukota Negara (IKN) baru bisa terhalang oleh adanya kebijakan politis yang dilakukan pemerintahan selanjutnya.
Suharso mengakui kalau undang-undang di Indonesia terbuka untuk direvisi ketika kekuatan politik pemerintahan selanjutnya berubah.
Sehingga proyek pembangunan ibukota baru berpeluang untuk mangkrak pada pemerintahan selanjutnya.
“Itu keputusannya politik silakan itu terbuka memang. Kan ada hitung-hitungan teknoraktik para politisi. Saya kan juga politisi, kita kan juga harus berpikir teknoraktik kita mesti hitung jelas,” jelasnya.
“Jangan sampai kemudian sesuatu yang aset ini menjadi mangkrak,” papar Suharso.
Ketua Umum PPP ini melanjutkan, banyak kekhawatiran di masyarakat tentang kelanjutan pembangunan ibukota baru.
Salah satunya pandemi Covid-19 dan adanya peluang pembangunan ibukota baru tidak berlanjut ketika berganti pemerintahan.
“Orang suka menghadapkan situasi ini dengan, sekarang ada pandemi duitnya enggak ada, kenapa sih bangun ini, ya kan?” katanya.
“Kita juga harus bicara bahwa ada peluang masa depan, kenapa peluang masa depan kita lewatin begitu saja? Apa bisa dibuktikan itu peluang masa depan? Iya. Kita bisa buktikan,” tuturnya.
Selain itu, masa jabatan Presiden Jokowi yang akan selesai pada 2024, menimbulkan kekhawatiran soal komitmen pemerintahan saat ini untuk membuat pembangunan ibukota baru yang memakan waktu sekitar 20 tahun itu tidak akan mangkrak di tengah jalan.
“Yang pertama, menurut saya ini kan politik, UU itu kan keputusan politik, nah itu akan dikembalikann kepada proses politik, itu saya kira di sana letaknya. Presiden tidak serta merta setop, enggak bisa. Dia juga harus berhadapan dengan yang lain dalam hal ini parlemen,” tutupnya. (pojoksatu)