Oleh: Kang Ahil
Usai sudah perhelatan promosi, rotasi, mutasi dan degradasi jabatan kepala SMA, SMK dan SLB Negeri di Jawa Barat meninggalkan pekerjaan rumah masing-masing yang segera harus digarap.
Bagi institusi Pemerintahan sebagai pemilik otoritas penempatan Aparatur Sipil Negara Guru dan Tenaga Kependidikan yang telah melaksanakan Permendikbud No. 6 Tahun 2018, patut diberikan apresiasi sekaligus didorong untuk semakin berbenah menyelesaikan paradoksal dan menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang ada dari implementasi kebijakan tersebut.
Bagi guru dan kepala sekolah yang terdampak kebijakan ini, segera setelah seremonial serah terima jabatan usai kembali ke sekolah dan bersemangat untuk menjalankan tugasnya sebagai pemimpin sekaligus manajer.
Mengingat sekolah adalah institusi pendidikan yang mengemban tugas mulia membangun peradaban mencerdaskan kehidupan bangsa, maka kepemimpinan dan managerial kepala sekolah haruslah berbeda dari yang lainnya. Karena dengan sifatnya yang massal, peristiwa pelantikan jabatan kepala sekolah seringkali menjadi ajang pembanding tentang proses yang mengiringinya dan menyuguhkan potret diri berikut dengan sifat dan kualitas masing-masing individunya.
Menjadi harapan bersama bahwa potret diri, sifat dan kualitas diri yang dimaksud bukanlah sifat-sifat seperti yang dikemukan oleh Koentjaraningrat (2004) yaitu: suka meremehkan mutu, suka menerabas, tidak percaya pada diri sendiri, tidak berdisiplin murni, dan suka mengabaikan tangungjawab. Karena bila sifat-sifat demikian yang muncul, akan menjadi penghambat munculnya sekolah-sekolah “juara”.
Mari kita lupakan kondisi di atas, saat ini yang diperlukan adalah akselerasi, mengingat peran kepala sekolah dituntut mampu memberikan arah baru bagi tugas yang dijalankan, ia harus mempunyai jiwa sebagai pelayan, pengayom, dan penerang jalan. Konsekuensinya kepala sekolah harus bekerja lebih keras, bertanggung jawab, lebih berempati dan bisa memberikan dukungan.
Kepala sekolah dalam menjalankan tugasnya memiliki dua peran sekaligus. Yaitu sebagai pemimpin sekaligus sebagai manajer. Sebagai pemimpin berperan untuk menentukan arah perubahan serta ide-ide konstruktif di setiap kondisi.
Sedangkan sebagai seorang manager, ia harus menjalankan tugas rutin menata sekolah.
Dua peran kepala sekolah ini seringkali di akronimkan dengan istilah EMASLIM (Educator, Manager, Administrator, Supervisor, Leader, Inovator dan Motivator) yang harus bermuara pada sosok yang layak dijadikan sebagai panutan.