JAKARTA – Menko Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan, sedikitnya terdapat tiga manfaat besar bagi Indonesia dengan menjadi Presidensi G20. Manfaat ekonomi, pembangunan sosial, dan politik.
Dari aspek ekonomi, beberapa manfaat langsung yang diproyeksikan dapat tercapai dengan menjadi Presidensi G20 (terutama jika pertemuan dilaksanakan secara fisik).
Peningkatkan konsumsi domestik hingga Rp1,7 triliun, penambahan PDB nasional hingga Rp7,4 triliun, dan pelibatan UMKM dan penyerapan tenaga kerja sekitar 33 ribu di berbagai sektor.
‘’Secara agregat, diperkirakan manfaat ekonominya dapat mencapai 1,5-2 kali lebih besar dari pelaksanaan IMF-WBG Annual Meetings 2018 di Bali,’’kata Menko Airlangga dalam keterangannya, Sabtu, (20/11).
Pelaksanaan pertemuan G20 tahun depan direncanakan akan ada 150 pertemuan dan side events selama 12 bulan. Terutama untuk sektor akomodasi, makan-minum, pariwisata.
‘’Jadi yang terpenting adalah branding Indonesia di dunia internasional,’’ujar Menko Airlangga.
Dalam jangka panjang, branding itu akan meningkatkan confidence dari negara-negara lain terhadap Indonesia, dan Indonesia dapat menjadi central stage di dunia.
Hingga saat ini, rangkaian Pertemuan G20 Presidensi 2022 berjumlah 150 events yang terdiri dari Pertemuan Working Groups, Engagement Groups, Deputies/Sherpa, Ministerial, dan KTT G20, serta Side Events.
Tiga topik utama yang akan diangkat dalam Presidensi G20 Indonesia adalah: (i) Sistem Kesehatan Dunia; (ii) Transformasi Ekonomi dan Digital; dan (iii) Transisi Energi.
Menko Airlangga menerangkan, dari dalam negeri Indonesia harus memperkuat sisi kesehatan yaitu vaksin dalam negeri yang bisa membuat resiliensi untuk mengatasi jika terjadi gelombang berikutnya.
“Maka itu, vaksin merah putih, vaksin nusantara ataupun vaksin lainnya yang bisa kerja sama dengan perusahaan farmasi, baik dengan BUMN dan swasta akan terus didorong, agar selain menangani Covid-19, kita bisa juga menghemat devisa,” terangnya.
Terkait digitalisasi, Pemerintah sudah punya roadmap dan mendorong infrastruktur digitalisasi. Dalam hal ini, Indonesia harus mampu memanfaatkan sistem komunikasi satelit orbit rendah atau low earth orbit satellite untuk menjangkau layanan komunikasi hingga wilayah terpencil dan lebih terjangkau.
Teknologi ini akan dapat mengatasi kesenjangan digital. Di sisi lain, inklusi keuangan melalui fintech dan digitalisasi, terutama membuat regulatory sandbox untuk melindungi transaksi keuangan masyarakat.