JAKARTA – Kasus kekerasan anak selama pandemi Covid-19 lebih banyak terjadi di keluarga. Namun, dengan kembalinya anak masuk sekolah, wajah kekerasan pendidikan pun mulai tampak. Baru-baru ini terjadi, guru viralkan murid yang tak mampu menjawab soal.
Memang tidak mudah mendidik, apalagi dengan rasio mendidik lebih dari 1 anak. Namun bukan berarti tindak mempermalukan di depan umum dibenarkan. Inilah yang terjadi pada siswi kelas 6 SD di Bau Bau Sulawesi Tenggara.
Kepala Divisi Pengawasan, Monitoring dan Evaluasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra mengatakan, anak-anak memiliki hak untuk rasa aman, rasa dilindungi dan rasa dihargai. Parahnya lagi, gurulah yang melakukan perundungan.
“Apakah dengan mempermalukan di depan umum, menyebabkan anak kelas 1 SD itu bisa menghitung? Tentu bisa kita kaji bersama kebenarannya. Namun dengan menyebarkan di medsos oleh guru, sepertinya sangat tidak tepat,” tutur dia kepada JawaPos.com, Rabu (3/11).
Dirinya melihat dari kasus ini bahwa terdapat masalah gagalnya komunikasi guru dan orang tua, dalam rangka menciptakan lingkungan belajar bagi siswanya. Alih-alih menyelamatkan anak dengan ramai di sosial media, justru semakin terus mempermalukan anak di depan umum.
“Dalam kasus ini, kita sedang tidak bicara benar atau salah. Karena ada yang penting segera di perkuat dari seorang guru, yaitu mengelola atau memanajemen stres ketika menghadapi murid-muridnya,” jelasnya.
Ia meminta agar kejadian ini jangan sampai dibiarkan oleh sekolah.
“Karena jika luapan emosi negatif tidak terkontrol, akan membawa situasi yang lebih buruk bagi sang guru,” pungkas Jasra.
Sebagai informasi, seorang guru melakukan perundungan dengan mengunggah video siswi ke media sosial. Aksi guru yang viralkan murid itu dilakukan lantaran siswi tidak bisa menjawab soal yang diberikan oleh guru. (jawapos)