Tes PCR Akan Diterapkan pada Transportasi Lain, Harganya pun Turun

JAKARTA – Meski menuai kritik, pemerintah tetap menjadikan tes RT-PCR sebagai syarat perjalanan transportasi udara. Bahkan, penerapan tes PCR akan diperluas ke moda transportasi lain selama libur natal dan tahun baru (nataru).

Menko Maritim dan Investasi sekaligus Koordinator PPKM Jawa-Bali Luhut Binsar Pandjaitan menjelaskan, ketetapan PCR pada moda transportasi pesawat ditujukan sebagai penyeimbang relaksasi pada aktivitas masyarakat, terutama di sektor pariwisata.

Meski pertumbuhan kasus positif saat ini rendah, kegiatan protokol kesehatan 3M dan 3T (testing, tracing, treatment) harus tetap diperkuat.

Dengan langkah itu, diharapkan kasus tidak kembali meningkat, terutama menghadapi periode libur Natal dan tahun baru (Nataru). Menurut Luhut, hal itu juga belajar dari pengalaman negara-negara lainnya.

”Secara bertahap, penggunaan tes PCR juga diterapkan pada transportasi lainnya pada masa liburan Nataru untuk antisipasi,” jelas Luhut kemarin (25/10).

Beberapa hal menjadi pertimbangan pemerintah. Di antaranya, selama periode libur Nataru tahun lalu, mobilitas tetap meningkat meski penerbangan ke Bali disyaratkan tes PCR. Akhirnya, itu mendorong kenaikan kasus. Padahal, varian Delta belum menyerang.

Luhut melanjutkan, saat ini mobilitas di Bali sudah sama dengan Nataru tahun lalu.

”Diperkirakan terus naik sampai akhir tahun ini sehingga meningkatkan risiko kenaikan kasus,” paparnya.

Harga Tes PCR Turun Jadi Rp 300 Ribu

Untuk mengakomodasi keluhan masyarakat, kata Luhut, Presiden Joko Widodo telah memerintahkan agar harga tes RT-PCR diturunkan menjadi Rp 300 ribu dan berlaku selama 3 x 24 jam untuk perjalanan pesawat.

Luhut mengakui bahwa pihaknya mendapatkan banyak masukan dan kritik dari masyarakat soal kebijakan tes PCR tersebut. Terutama berkaitan dengan kasus dan level PPKM yang menurun, tapi justru memberlakukan syarat tes PCR.

Menurut dia, kewajiban tes PCR diberlakukan lantaran pihaknya melihat risiko persebaran yang semakin meningkat karena naiknya mobilitas penduduk dalam beberapa minggu terakhir.

”Sekali lagi saya tegaskan, kita belajar dari banyak negara yang melakukan enam relaksasi aktivitas masyarakat dan protokol kesehatan, kemudian kasusnya meningkat pesat meskipun tingkat vaksinasi mereka jauh lebih tinggi dibandingkan Indonesia,” katanya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan