DEPOK – Pemerintah Kota (Pemkot) Depok belum lama ini sedang gencar melakukan penyegaran pada sejumlah jabatan strategis mulai dari kepala dinas hingga camat dan lurah. Langkah tersebut diambil dalam rangka mutasi dan promosi jabatan Aparatur Sipil Negara (ASN) di internal Pemkot.
Seperti diketahui, pada September kemarin, Pemkot melakukan promosi dan mutasi jabatan pada 359 ASN yang terdiri dari 13 pejabat pimpinan tinggi pratama, 59 pejabat administrator, 166 pejabat pengawas, tiga pejabat fungsional, 88 Kepala UPTD SD Negeri, dan 30 Kepala UPTD SMP Negeri.
Terbaru, penyegaran jabatan juga sedang dilakukan dalam rangka pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama Kota Depok Tahun 2021 untuk posisi Kepala Dinas Perhubungan (Dishub), Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes), Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), dan Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD).
Untuk seleksi jabatan kepala dinas terbaru ini sekarang masih dalam tahapan tes kesehatan. Dari hasil seleksi administrasi sebelumnya, sebanyak 17 peserta (kandidat) dinyatakan lolos dalam seleksi terbuka ini. Para kandidat saat ini sedang bersiap untuk mengikuti tahapan selanjutnya.
Mengenai promosi, mutasi dan rotasi jabatan di internal ASN Pemkot Depok, banyak pihak turut berkomentar, termasuk pengamat kebijakan publik Kota Depok, Mohammad Saihu.
Kepada Jabar Ekspres, Direktur Reide Indonesia itu mengatakan, berdasarkan pengamatannya, praktik yang terjadi di balik perotasian ASN pada sejumlah jabatan strategis di lingkup Pemkot Depok itu masih jauh dari nuansa ‘merit system process’.
“Masih jauh, masih sangat jauh untuk dikatakan telah menerapkan metode merit system. Beberapa bukti bahkan bisa saya katakan sangat bernuansa klientelisme, feodalistis dan bahkan mohon maaf terkesan nepotis,” ujar Saihu saat ditemui di kediamannya, di Depok, Senin (25/10).
Alumnus Universitas Indonesia (UI) itu menjelaskan, dalam mekanisme merit system, seseorang (pejabat) diseleksi berdasarkan kapabilitas yang ia miliki.
“Pejabat yang mengisi pos-pos strategis dalam birokrasi pemerintahan, karenanya, dalam merit system, menempatkan orang berdasarkan kemampuan, kompetensi, kualifikasi, keahlian, dan kapasitas sesuai bidangnya. Hal ini sangat bertentangan dengan, katakanlah, dalam tradisi patronase kekuasaan dan lebih-lebih dalam budaya klientelisme dan feodalisme yang cenderung mengutamakan cara-cara nepotis,” jelasnya.