“Karena kami penduduknya paling besar dibandingkan Jakarta. Kemudian fasilitas pusat ngumpulnya di sana, dikasih vaksinnya sama. Kalau vaksin kita mau selesai sesuai target di Desember, kami butuh 15 juta dosis vaksin per bulan,” ucapnya.
“Sampai Oktober baru dikasih 30 juta dari seharusnya dikasih 75 juta vaksin. Kalau vaksinnya 15 juta dan kecepatan kami 500.000 per hari dapat ke kejar. Realitanya kami tidak dapat 15 juta per bulan, kami pernah tes sampai 450.000-an dalam sehari,” imbuhnya.
Kang Emil mengatakan, ke depan, fokus vaksinasi Jabar adalah wilayah aglomerasi seperti Bodebek (Bogor, Depok, Bekasi) dan Bandung Raya. Untuk wilayah Bodebek yang menjadi fokus adalah Kabupaten Bogor sedangkan di Bandung Raya salah satu yang menjadi perhatian Pemda Provinsi Jabar adalah Kabupaten Bandung Barat.
“Sekarang kami ditargetkan aglomerasi dulu. Bodebek dan Bandung Raya,” tuturnya.
Kepala Perwakilan BPK Provinsi Jabar Agus Khotib mengatakan, ada baiknya SMK bisa terintegrasi dengan para pelaku industri. Sehingga lulusan-lulusan SMK ini bisa menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang siap kerja.
“Terkait dengan vokasi ada baiknya SMK ini sebaiknya terinterigasi juga dengan industri,” kata Agus.
Berkaitan dengan program vaksinasi, BPK Jabar mendukung terciptanya herd immunity pada akhir 2021. Karena itu, BPK Jabar akan melakukan audit vaksin mulai dari hulunya dalam hal ini adalah perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Bio Farma untuk menanyakan terkait dengan distribusi dan penyediaan vaksin.
“Kami sadari persediaan vaksin terbatas. Kami melakukan pemeriksaan di hulunya yaitu penyediaan vaksin. Misalnya ke Bio Farma kenapa ketersediaan vaksin itu begitu lambat sekali,” kata Agus. (gir/okk)