Mati Total! Pedagang di Kawasan Objek Wisata Keluhkan Dampak PPKM

RANCABALI – Sejak empat bulan objek wisata di Kabupaten Bandung tutup adanya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Darurat.

Meski sudah ada yang buka, tapi hanya dua objek wisata, yakni Kawah Putih dan Glamping Lakeside.

Sedangkan wisata lainnya masih tutup, diantaranya pemandian air panas Cibuni di wilayah Desa Patenggang Kecamatan Rancabali

Seorang pedagang, Ika, 25, mengungkapkan bahwa sejak adanya PPKM Darurat, tak ada pengunjung satu pun. Otomatis usaha warungnya menjadi sepi bahkan anjlok sampai 100 persen, pasalnya objek wisata pemandian air panas dan ziarah tutup.

“Selama empat bulan mata pencaharian kami mati total, baru seminggu ini baru ada pengunjung itu pun tidak banyak hanya beberapa orang saja. Kami sebagai pedagang yang hanya mencari buat nafkah merasa kerepotan karena tidak ada penghasilan sama sekali,” ungkap Ika saat diwawancara, Jumat (8/10).

“Mudah-mudahan wisata ini dibuka kembali, karena kalau kondisinya seperti ini terus kami pun tidak kuat,” ujarnya.

Sementara, seorang pedagang lainnya, Riyan mengatakan, di kampung Kawah Cibuni ini hanya ada 18 orang Kepala Keluarga (KK), dan hanya menggantungkan nasibnya di tempat pemandian air panas ini.

“Warga di sini ada yang membuka warung, ada juga yang bekerja merawat dan membersihkan lokasi objek wisata, penjaga parkir motor dan jasa ojek motor,” ujarnya.

“Namun, sejak empat bulan di tutup, jalan masuk pun diportal dan dijaga oleh satpam. Kami yang sehari-hari mencari nafkah di sini cuma bisa ngelus dada,” katanya.

Riyan pun menjelaskan bahwa tempat mereka mengais rejeki pun saat ini ditutup oleh pihak swasta pemegang HGU Lembah Gunung Patuha yang mengandung belerang dan sumber air panas itu.

“Sebelum adanya Pandemi, rata-rata dalam satu Minggu penghasilan warung kami sekitar Rp 1 juta,” katanya.

Begitu juga pendapatan warga lainnya, lanjut Riyan, warga yang berjaga di sini bisa mendapatkan sekitar Rp 800 ribu per bulannya.

“Itu setelah sharing penghasilan dengan pihak Desa Patengan, kaum jompo dan lainnya,” pungkasnya.

“Saat ini kami hanya bisa meratapi nasib saja. Soalnya percuma mau ngadu ke pemerintah juga tidak pernah didengarkan,” jelasnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan