Temuan Relief Ungkap Situs Terkait Penguasa Majapahit

MOJOKERTO – Majapahit adalah kerajaan besar yang kepingan sejarahnya terus ditata ulang. Ekskavasi yang kembali dimulai di situs di Desa Klinterejo, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, kemarin (27/9) merupakan bagian dari upaya tersebut. Tim arkeolog mulai menyasar sisi barat agar bisa melengkapi struktur situs.

Tujuannya tidak hanya menggali potensi struktur candi, tetapi juga melakukan pengembangan dan pemanfaatan situs.

”Harapannya, kami bisa menemukan setidaknya level 0 atau halaman candi. Syukur-syukur nanti kami dapat menemukan pagarnya,” kata Pahadi, arkeolog dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur, kepada Jawa Pos Radar Mojokerto.

Temuan Menarik

Pahadi menjelaskan, sebelum melakukan ekskavasi lanjutan di situs di Kecamatan Sooko tersebut, pihaknya mendapat sejumlah temuan menarik. Salah satunya, relief asta dikpala yang membantu menguatkan periodisasi situs.

PETUNJUK: Arkeolog Ismael Lutfie menunjukkan angka tahun yang tertera di dinding yoni di situs Bhre Kahuripan di Desa Klinterejo, Kabupaten Mojokerto, kemarin (27/9). (JAWA POS RADAR MOJOKERTO)
PETUNJUK: Arkeolog Ismael Lutfie menunjukkan angka tahun yang tertera di dinding yoni di situs Bhre Kahuripan di Desa Klinterejo, Kabupaten Mojokerto, kemarin (27/9). (JAWA POS RADAR MOJOKERTO)

Dia menyatakan, sejauh ini pihaknya masih mengacu pada data primer. Yakni, batu angka tahun di situs. Namun, situs Bhre Kahuripan itu diprediksi dibangun pada masa Tribuana Tungga Dewi bertakhta di Kerajaan Majapahit.

”Itu dipahat di yoni, yang dituliskan sekitar 1294 Saka atau 1371 Masehi. Kalau ditarik ke masa pemerintahan Majapahit saat itu, yaitu pada masa Tribuana Tungga Dewi, raja ketiga Majapahit,” jelasnya.

Tribuana adalah putri Raden Wijaya, pendiri Majapahit, dan Gayatri. Dia menjadi penguasa ketiga Majapahit setelah sang ayah dan sang kakak, Jayanegara. Pada masa pemerintahan Jayanegara (1309–1328), Tribuana diangkat sebagai penguasa bawahan di Jiwana dan bergelar Bhre Kahuripan.

Temuan relief asta dikpala berkaitan erat dengan bangunan suci pada masa klasik. Menurut Pahadi, relief tersebut menguak fungsi situs Bhre Kahuripan yang merupakan bangunan suci untuk pemujaan. ”Dilihat dari hasil kajiannya seperti itu. Tapi, pemujaan untuk siapa? Apakah untuk pemujaan sang ratu (Tribuana Tungga Dewi)? Bisa saja begitu,” ujarnya.

Pahadi menuturkan, data penguatnya masih perlu dicari lagi. ”Beberapa menyebutkan, candi itu menjadi ranah pemujaan ketika raja sudah wafat 12 tahun setelahnya,” paparnya. (jawapos)

Tinggalkan Balasan