JAKARTA – Sebanyak tujuh pegawai nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengalami peretasan saat berlangsungnya demonstrasi mahasiswa menolak pemecatan 57 pegawai KPK. Peretasan itu diduga terjadi sekitar pukul 14.30 WIB.
Pernyataan ini disampaikan oleh pegawai nonaktif KPK, Ronald Paul Sinyal saat ditemui di depan Gedung ACLC KPK. Dia mengakui akun WhatsApp rekan-rekannya mengalami pembajakan.
“Mereka diambil nomornya. Jadi kalau mau diaktifkan lagi harus ke pihak provider,” kata Ronald kepada JawaPos.com, Senin (27/9).
Penyidik nonaktif KPK ini menyebut, tujuh rekannya yang mengalami peretasan akun WhatsApp antara lain Farid Andhika, Benydictus Siumlala, Ambarita Damanik, Tri Artining Putri, Chriestie Afriani, Waldy Gagantika dan Qurotul Aini Mahmudah.
Sebagaimana diketahui, Aliansi BEM SI dengan Gerakan Selamatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar aksi di kawasan Gedung Merah Putih KPK pada Senin (27/9). Aksi ini digelar sebagai bentuk penolakan terhadap 57 pegawai KPK.
Dalam orasinya, Aliansi BEM SI memberikan lima tuntutan. Pertama mereka menuntut agar Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencabut surat keputusan pemecatan terhadap 57 pegawai KPK.
Mereka juga menuntut agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertanggung jawab dalam upaya pelemahan kinerja KPK. Utamanya pemecatan terhadap Novel Baswedan dan kawan-kawan yang termasuk bagian dari 57 pegawai KPK.
“Mendesak Presiden untuk bertanggungjawab dalam kasus upaya pelemahan terhadap KPK dengan mengangkat 57 pegawai,” cetusnya.
Ketiga, mendesak agar Firli Bahuri untuk mundur dari kursi Pimpinan KPK. Karena dinilai telah gagal menjaga marwah dan integritas KPK.
“Menuntut Ketua KPK Firli Bahuri untuk mundur dari jabatannya karena telah gagal menjaga integritas dan marwah KPK dalam pemberantasan korupsi,” papar orator.
Terakhir, menuntut agar KPK bisa menyelesaikan perkara-perkara besar. Seperti kasus pengadaan bantuan sosial (bansos) penanganan Covid-19, BLBI, benih lobster hingga kasus dugaan suap Harun Masiku.