JAKARTA – Para terduga pelaku pelecehan seksual dan perundungan di lembaga Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sudah dibebastugaskan untuk kepentingan proses hukum di kepolisian. Hal ini diapresiasi namun KPI dinilai belum menegakkan kode etik di internal lembaganya.
Pakar hukum pidana Prof. Dr. Mudzakir menyatakan bahwa sanksi kode etik seharusnya sudah bisa dijatuhkan kepada para pelaku pelecehan seksual dengan korban MS apabila benar sudah dilakukan investigasi internal. Sanksi kode etik yang paling tepat dijatuhkan adalah memecat para terduga pelaku.
“Sanksi yang paling bagus karena dia menyalahgunakan jabatannya dengan melakukan pelecehan, ya diberhentikan saja,” kata Mudzakir kepada JawaPos.com Jumat (10/9).
Sanksi pemecatan ini dinilai sebagai sanksi yang paling baik dan masuk akal. Sebab KPI yang bertugas membersihkan hal-hal negatif dalam tayangan televisi malah menjadi sumber penyebaran hal negatif. Jika pimpinan KPI tidak menjatuhkan sanksi tegas berupa pemecatan kepada mereka, hal ini dinilai akan dapat merusak KPI dari dalam.
“Tingkat pelanggarannya sudah melebihi dari kode etik, sudah masuk perbuatan ke ranah hukum pidana melakukan penyalahgunaan jabatan sehingga merugikan orang yang seharusnya dilindungi oleh KPI,” papar Mudzakir.
Sanksi pelanggaran kode etik ini diminta segera dijatuhkan tidak perlu menunggu proses hukum yang sedang bergulir di kepolisian. Jika para terduga pelaku masih dipertahankan di KPI, Mudzakir menilai KPI memang tidak serius melakukan pembersihan lembaganya dari orang-orang yang bermasalah.
“Apa enggak ada orang-orang yang lebih baik ? Menurut saya kalau ada yang membela, tanda tanya ada kepentingan apa dengan orang orang itu? Mestinya dilepas saja diganti dengan orang yang lebih bermoral, lebih menggunakan kewenangan yang benar sesuai dengan aturan hukum,” tegasnya.
Diketahui, dugaan pelecehan seksual dan perundungan terjadi di kantor KPI Pusat, Jakarta, terhadap korban berinisial MS. MS mengaku kejadian itu membayangi dirinya selama bertahun-tahun selama bekerja di KPI.Dia menjadi korban perundungan sejak 2012 hingga 2014.
Menurutnya, sejak awal terdapat rekan kerja senior yang mengintimidasi dan memaksa dirinya untuk membeli makan selama bekerja. MS merasa diperlakukan secara rendah dan ditindas oleh rekan-rekan kerjanya seperti budak.