Dia mengakui, empat tahun lalu, korban sempat melapor kepada Komnas HAM. Tepatnya pada Agustus 2017. ”Setelah menganalisis (laporan korban), kami menyarankan korban melapor ke kepolisian karena indikasi tindak pidana,” jelas dia.
Lantas, mengapa kini Komnas HAM memberi atensi atas dugaan perundungan dan pelecehan seksual tersebut? ”Karena kami melihat ada dugaan pembiaran dan korban tidak ditangani dengan baik,” ujar Beka.
Karena itu, Komnas HAM membuka diri bila korban ingin kembali mengadu. Tujuannya, korban mendapatkan hak-haknya sebagai warga negara. Selain itu, pihaknya melihat korban butuh perlindungan dan pemulihan kondisi atas trauma yang dialami. Karena itu, Komnas HAM juga akan mengajak Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) membantu korban. ”Kami akan upayakan perlindungan keamanan. Kami komunikasikan nanti dengan LPSK,” tutur Beka.
Kemarin Komnas HAM menjadwalkan pertemuan dengan korban dan pendampingnya. Namun, pertemuan tersebut batal. ”Pendamping korban meminta pertemuan dijadwalkan ulang guna menjaga kondisi kesehatan korban yang membutuhkan waktu untuk beristirahat,” jelasnya.
Desakan juga datang dari Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni. Menurut Sahroni, langkah cepat Bareskrim Polri dalam mengusut kasus itu sangat diperlukan karena perundungan dan kekerasan di tempat kerja adalah tindakan yang tidak bisa ditoleransi. (jawapos.com)