BANDUNG – Mengaku sudah berjualan selama bertahun-tahun di sekitar Jalan Otto Iskandar Dinata (Jalan Otista), Tini Warsini, 79, seorang pedagang kaki lima yang berjualan seorang diri di lorong, tepat berdekatan dengan toko para penjual kain itu tidak pernah ditegur petugas, baik TNI, Satpol PP maupun Polisi. Ia setiap hari berjualan dari pukul 08.00 pagi hingga 20.00 malam.
Tini berjualan disebuah gerobak yang dilengkapi dengan satu unit kompor gas dan beberapa alat rumah tangga ini, gerobaknya tersebut menjajakan rupa rupa makanan seperti mie instan, gorengan, kopi, teh, rokok dan berbagai macam minuman serbuk. Kopinya seharga lima ribu rupiah dan mie instan seharga delapan ribu rupiah. Diakui olehnya rokok dan kopi merupakan penghasilan yang paling tinggi.
Kini ia harus mengkaji lagi akibat sepi pelanggan karena pembelakuan PPKM Level 4. Dipenghujung masa PPKM ini ia juga menceritakan tidak pernah ditegur dan tak tahu bahwa batas waktu Dine ini harus 20 menit dengan maksimal pelanggan berjumlah tiga orang.
“Alhamdulillah teu kukumaha (gak gimana-gimana) Ema di sini tiap hari,” ucapnya pada Senin (09/08).
Meski mengaku aman, Tini mengeluhkan penghasilannya yang merosok karena imbas Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), saat normal ia biasa meraup keuntungan 500 ribu hingga 800 ribu rupiah perhari. Namun, kini ia hanya mendapat 300 ribu rupiah perhari.
“Aman Alhamdulillah enggak gimana-gimana, cuma emang sepi yang jajan, biasanya yang beli gorengan ngopi sama mie banyak sekarang mah enggak,” katanya.
Saat melakukan wawancara, terlihat beberapa pengemudi ojek online yang sedang makan siang dilapaknya.
Disamping itu, Tini sebetulnya merasa khawatir jika suatu saat dagangannya digusur petugas dengan alasan menimbulkan kerumunan, tetapi ia merasa beruntung karena tetap bisa berjualan seperti hari normal tanpa ada yang pernah menegurnya.
“Dulu mah buka bisa nyampe jam sembilan, sekarang mah jam delapan (malam) aja tutupnya sepi,” pungkasnya. (mg1)