BANDUNG – Museum Konferensi Asia Afrika (KAA) adakan Webinar Ngobrol Bareng Edukator Museum KAA #52 bertema Memaknai Kemerdekaan Indonesia Di Tengah Pandemi: Stilasi Bandung Lautan Api.
Acara tersebut disiarkan langsung melalui platform Instagram @asiaafricanmuseum pada Jumat (06/08) pukul 14.00 s.d 15.30 WIB, menghadirkan Asep B Gunawan selaku Edukator Museum KAA, juga Pramukti Adhi Bhakti dari Asia African Reading Club. Diskusi berlangsung hangat dan berhadiah sambil diiringi doorprize untuk para audiens.
Pram menjelaskan bahwa diskusi itu sangat penting diadakan mengingat banyak sekali sejarah perjuangan Bandung yang harus diwariskan pada para generasi penerus.
“Bandung, selain menjadi kota yang elok ia juga merupakan kota yang memiliki kekayaan sejarah yang melimpah terlebih saat perjuangan para pendahulu kita merebut dan mempertahankan kemerdekaan,” jelasnya.
Selain itu, Pram kemudian menceritakan satu peristiwa sejarah yang tak boleh dilupakan masyarakat Bandung dan masyarakat Jawa Barat pada umumnya, yakni peristiwa Bandung Lautan Api.
“Betapa besar peristiwa kala itu, dimana masyarakat Bandung dengan sukarela membakar rumah dan mengorbankan harta bendanya demi mempertahankan kemerdekaan. Bisa dibayangkan betapa besar perjuangan rakyat khususnya sipil yang ingin hidup merdeka di tanah air,” tambahnya.
Di tengah diskusi, Asep Gunawan juga menambahkan soal peristiwa yang terjadi di Padalarang hingga Cileunyi.
“Peristiwa ini terjadi dari ujung Padalarang hingga Cileunyi dimana Agresi militer Belanda dan pengakuan sepihak yang mengklaim Indonesia adalah milik sekutu. Maka rakyat dengan suka rela mengorbankan hal tersebut tak lain tujuannya adalah untuk mengusir penjajah,” ucapnya.
“Tokoh yang tak kalah penting dari peristiwa ini adalah Abdul Haris Nasution (A.H Nasution) yang sekaligus komandan militer Siliwangi III yang berhasil memimpin pertempuran dan berhasil mempertahankan Bandung dari penjajah,” kata Pram.
Tak hanya itu, lanjut Asep, tokoh lain yang juga tak kalah berjasa adalah Moch Toha dan Muhammad Ramdan yang gugur dalam pertempuran mempertahankan Bandung.
“Karena jasa dan ketokohan mereka inilah kemudian diabadikan menjadi nama salah satu jalan di Kota Bandung,” ujarnya.
“Selama masa sulit dan penuh ketegangan tersebut masyarakat rela mengungsi ke luar Bandung selama tiga tahun dan ketika mereka kembali ke Bandung kemudian lokasi rumah mereka dulu sudah hangus dan rata dengan tanah,” sambungnya.