DEPOK – Pemerintah Kota (Pemkot) Depok tengah menjadwalkan ulang (refocusing) kebutuhan anggaran untuk penanganan pandemi Covid-19 pada 2021. Total dana yang telah disepakati senilai Rp183 milyar atau mengalami kenaikan 8,9 persen dibanding tahun lalu yang hanya Rp168 miliar.
Kebijakan anggaran penanganan Covid-19 itu mendapat tanggapan positif sejumlah pihak, termasuk pengamat Kebijakan Publik Kota Depok, Mohammad Saihu.
Saihu yang juga Ketua Bidang Kebijakan Publik dan Reformasi Birokrasi, Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) Jawa Barat (Jabar), mengaku apresiasi terhadap komitmen Pemkot Depok dalam menanggulangi permasalahan Covid-19 melalui kebijakan anggaran.
“Secara pribadi, saya melihat ada nawaitu yang tulus dari Pemkot dalam menangani permasalahan Covid-19. Itu bisa dilihat dari besarnya alokasi anggaran untuk penangan Covid-19,” kata Saihu saat dihubungi Jabar Ekspres, Kamis (5/8).
Meski begitu, Direktur Eksekutif Reide Indonesia itu menyarankan kepada Pemkot Depok agar memperhatikan lima hal yang menjadi penentu efektif tidaknya implementasi kebijakan tersebut.
“Pertama, anggaran harus jelas dan spesifik difokuskan ke aspek yang sangat dibutuhkan bagi masyarakat yang terdampak, misal bantuan sosial berupa kebutuhan sembako, obatobatan/vitamin, juga kebutuhan sekolah anak-anak yang berbayar,” paparnya.
Kemudian, yang juga harus diperhatikan adalah tata kelola yang baik, transparan, pelibatan masyarakat dan akuntabilitas tinggi. Hal ini dipertegas Saihu lantaran beberapa waktu lalu muncul kasus penyunatan dana bantuan sosial tunai (BST) oleh oknum yang membuat wajah Pemkot tercoreng.
Padahal, menurut alumnus S2 Universitas Indonesia (UI) itu, negeri ini punya pengalaman amat buruk terkait mega korupsi dana bansos. Perbuatan yang menihilkan kemanusiaan bahkan tidak hanya menyeret pejabat-pejabat di daerah, melainkan yang ada di pusat.
“Sehingga, Depok harus menjadi contoh kota yang bersih. Jangan sampai terulang, di mana dana sosial menjadi bancakan sedikit orang atau kelompok,” ujarnya.
Ketiga, kata dia, penggunaan anggaran harus jelas outreach (daya jangkaunya). Hal ini, lanjut dia dikarenakan masyarakat terdampak bukan saja yang terpapar Covid-19, tapi juga yang sumber mata pencahariannya terhenti akibat pandemi, termasuk korban PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).