JAKARTA – Ketergantungan kebutuhan vaksin dari luar negeri untuk penduduk Indonesia sudah menjadi prioritas pemerintah. Namun, kemandirian dengan memproduksi vaksin sendiri harus menjadi perhatian dan terus didorong agar realisasinya segera terwujud.
Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menekankan pentingnya vaccine nationalism, sehingga Indonesia memiliki kemampuan membuat vaksin sendiri sebagai kebutuhan untuk dalam negeri.
Airlangga mengatakan, Pemerintah sudah mendorong maksimal lembaga-lembaga penelitian dan pengembangan di dalam negeri agar mampu membuat vaksin berkualitas.
‘’Seperti yang diinisiasi oleh Universitas Airlangga (Unair) dan Lembaga Eijkman bisa dipercepat. Sehingga tahun depan Indonesia tidak lagi tergantung pada vaksin produksi luar negeri,’’kata Airlangga.
Dia mengatakan, beberapa negara produsen saat ini ada yang menerapkan vaccine nationalism, dimana vaksin yang diprodusksi lebih diprioritaskan untuk negaranya sendiri.
Bahkan terjadi juga istilah vaksin biopolitik. Artinya, jika kita inging pergi ke China, maka syaratnya harus sudah di vaksin buatan China. Begitupun kalau ke Eropa harus menggunakan vaksin Eropa.
‘’Tangan kita mungkin harus disuntik lebih dari dua kali, tergantung mau pergi kemana,” tutur Airlangga yang juga Ketua KPCPEN ketika peluncuran Gerakan Aksi Bersama Serentak Tanggulangi (Gebrak) COVID-19.
Untuk itu, Lewat Vaccine Nationalism, diharapkan kebutuhan vaksin Indonesia akan terpenuhi secara mandiri. Bahkan warga Indonesia pasti akan bangga terhadap vaksin buatan anak negeri.
Airlangga mengapresiasi inisiatif Uniar yang telah masuk ke platform pengadaan Vaksin Merah Putih, bersama lembaga Eijkman. Dalam laporannya vaksin itu segera masuk tahap uji coba Makaka (pengujian ke hewan).
Airlangga juga berharap adanya percepatan kerja sama dengan Biotis, yang akan masuk bulan Agustus prihal penelitian cara membuat obat yang baik oleh BPOM.
Jika ini dapat terakselerasi maka Indonesia punya double engine, tidak hanya berbasis BUMN, tapi juga kerja sama perguruan tinggi dengan pihak swasta.
Dalam hal sertifikasi vaksin, beberapa negara malah menghalangi. Untuk itu pemerintah RI berusaha melobi ke WHO bahwa vaksinasi ini tidak boleh dipolitikkan karena sifatnya untuk kemanusiaan.
Indonesia meminta agar vaksin menjadi public goods, yang bisa diproduksi oleh siapa saja. Selain itu, pemerintah Indonesia juga terus berusaha agar bisa memproduksi vaksin terutama dari riset di dalam negeri.