CIMAHI – Para sopir angkutan umum alias angkot di Kota Cimahi mengeluhkan minimnya penumpang ditemukan ketika penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), yang kini diubah menjadi PPKM Level 4.
Seperti yang dialami Itang (59), adalah seorang sopir angkot asal Kelurahan Cibeureum, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi. Sehari-harinya ia mencari menumpang dari Cimindi ke Pasar Antri maupun sebaliknya.
“Sekarang sangat sepi. Se-jalan (Cimindi-Pasar Antri atau sebaliknya) kadang cuma 1 atau penumpang,” ujar Itang, Senin (26/7).
Sebetulnya, kata Itang, sepinya penumpang sudah dirasakan sejak pandemi COVID-19 mewabah tahun lalu. Sebab seiring munculnya virus tersebut, pemerintah pun mengeluarkan berbagai kebijakan.
Seperti pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berbagai jilid, yang diikuti dengan ditiadakannya sekolah tatap muka. Kemudian sebulan terakhir ini diterapkan PPKM Darurat dan Level 4.
Angkutan umum memang tetap diperbolehkan beroperasi, namun dengan pembatasan kapasitas. Meski begitu, tetap saja penumpangnya sepi. Sebab tak ada aktivitas sekolah dan masyarakat lebih banyak berdiam di rumah.
“Kalau pun keluar rumah, kan kebanyakan udah pakai kendaraan pribadi,” kata Itang.
Pendapatannya tak kunjung membaik, malah cenderung semakin sekarat. Bahkan terkadang dirinya hanya mengangkut satu penumpang sekali jalan.
Bahkan terkadang, pengeluarannya pun melebihi pendapatan harian. Dengan kondisi yang tak kunjung ada solusi ini, Itang berharap ada bantuan hingga kompensasi dari pemerintah.
Seperti keringanan untuk membayar pajak hingga pengujian kendaraan atau uji KIR. “Bensin saya sama pengeluaran sehari misalnya Rp 100 ribu, terus kadang dapatnya Rp 50 ribu. Kan harus nombok. Ini angkot saya jadi gak harus setor untungnya. Tapi kan untuk bensin tetap harus keluar yang,” tukas Itang.
Kepala Seksi Angkutan pada Dinas Perhubungan Kota Cimahi, Ranto Sitanggang mengakui ada beberapa keinginan dari para pelaku usaha transportasi yang sudah masuk ke pihaknya.
“Seperti pengurangan pajak kendaraan bermotor untuk tahun ini, pengurangan biaya uji KIR dan juga pengurangan biaya untuk pengurusan izin-izin trayek,” ungkap Ranto.
Keinginan tersebut, kata dia, sudab disampaikan ke Pemprov Jabar yang memiliki program Transformasi Ekonomi Daerah Provinsi Jawa Barat untuk Transportasi dan Logistik. Namun diakuinya hingga saat ini belum terealisasi.