Tingkatkan Standar Pelayanan, KPP Cibeunying Gelar Public Hearing

BANDUNG – Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Cibeunying melakukan konsultasi publik atau public hearing atas Standar Pelayanan secara daring di Bandung, Senin (19/07).

Acara ini diikuti oleh sekitar 80-an peserta yang terdiri dari perwakilan tokoh masyarakat, bidang usaha, akademisi, dan perwakilan profesi di wilayah kerja KPP Pratama Bandung Cibeunying.

Public hearing yang dilangsungkan sejak pukul 10.00 WIB ini dibuka langsung oleh Kepala KPP Pratama Bandung Cibeunying, Rustana Muhamad Mulud Asroem.

“Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman, respon, dan ekspetasi para stakeholder (pemangku kepentingan) terkait standar pelayanan di KPP Pratama Bandung Cibeunying,” ungkap pria yang akrab disapa Apet itu.

Apet menambahkan, konsultasi publik ini untuk meminimalisasi kesalahan komunikasi, kesalahan persepsi, dan meluruskan opini yang berkembang antara kedua belah pihak sehingga harapannya akan meningkatkan kepercayaan publik.

“Dalam berkomunikasi, kita kadang melihat, mendengar, atau membaca informasi (yang tidak utuh) sehingga terjadi kesalahan komunikasi, kesalahan persepsi, dan cenderung langsung beropini. Pada kesempatan ini, kami memohon dukungan Bapak dan Ibu serta kesediaannya
untuk memberikan feedback (tanggapan) atas layanan yang ada di KPP Pratama Bandung Cibeunying,” ungkapnya.

Apet menjelaskan, pajak saat ini setidaknya memiliki tiga makna. Pertama bermakna sebagai kedaulatan negara.

“Jika tidak ada pajak negara akan sulit berdaulat karena penerimaan pajak menopang sebagian besar APBN kita. Pajak menjadi salah satu instrumen dalam APBN untuk menjaga kedaulatan negara kita,” kata Apet.

Selanjutnya, pajak dapat bermakna kemandirian bangsa. “Pajak mendapat porsi 80% dalam APBN. Jika tanpa pajak maka tingkat kemandirian kita akan sangat kecil,” imbuhnya.

Pajak juga dapat dimaknai sebagai rasa kebersamaan atau gotong-royong. “Sesuai dengan porsinya, apabila setiap wajib pajak bahu membahu dalam melaksanakan hak dan kewajiban pajak secara bersama-sama sesuai dengan porsinya masing-masing, maka pembiayaan negara akan menjadi ringan,” katanya.

Sejak penerapan self assesment system pada tahun 1983, ada semangat baru yang diusung negara bahwa pajak mengedepankan kerelaan.

Di sisi lain, DJP dalam menjalankan fungsinya sebagai penghimpun penerimaan negara (budgetair) melalui intensifikasi dan ekstensifikasi, maupun alat mengatur (regulerend) melalui kebijakan fiskal (contohnya insentif pajak) berupaya meningkatkan pelayanan, pengawasan, dan

Tinggalkan Balasan