JAKARTA – Ekonom senior Rizal Ramli mengingatkan kembali Presiden Jokowi soal utang luar negeri yang sudah menumpuk, masuk kategori merah banget.
“Lazimnya yang dipakai di seluruh dunia itu debt service ratio yaitu berapa kita bayar utang dibandingkan ekspor. Nah, kalau Indonesia di tier 1 sudah 27 persen kalau tier 2 sudah 26 persen, padahal batas amannya itu 20 persen,” kata Rizal Ramli dalam kanal tvOne di YouTube, dipantau Jumat (2/7).
Dengan posisi itu, lanjutnya, Indonesia sudah tidak bisa lagi dikatakan aman. Karena kewajiban membayar utang dan bunganya sangat besar.
“Bayangkan, untuk bayar pokoknya saja pada 2020 itu Rp456 triliun, bunganya Rp320 triliun. Jadi total itu sekitar Rp770 triliun,” ujarnya.
Sedangkan untuk 2021 beban bunga mencapai Rp373 triliun. Jika ditambah dengan utang pokoknya itu total menjadi sekitar Rp800 triliun.
“Itulah yang berbahaya,” tegasnya.
Mantan menko perekonomian ini kemudian menyebut indikator lainnya yang menjadi ancaman beratnya beban utang pemerintah.
Posisi debt to export ratio Indonesia sudah 215 persen, kemudian primary balance tahun lalu itu Rp124 triliun. Artinya untuk membayar bunga utang saja pemerintah masih meminjam.
“Lha kok bisa menteri keuangannya bilang aman, aman. Itu amannya di mana? Kredit itu kan kapasitas membayar, nah kapasitas membayar kita ini sudah susah,” katanya.
Sebelumnya, BPK mengkhawatirkan jumlah utang Indonesia yang makin tinggi dan terancam gagal bayar.
Dari data Bank Indonesia (BI), utang luar negeri (ULN) Indonesia saat ini tercatat USD418 miliar atau sekitar Rp5.935 triliun.
BPK menilai rasio utang Indonesia terhadap penerimaan sudah mencapai 369 persen, jauh di atas rekomendasi International Debt Relief (IDR) di kisaran 92 persen sampai 176%. Juga jauh melampaui standar rekomendasi IMF di angka 90 persen sampai 150 persen.
Sementara itu untuk rasio debt service terhadap penerimaan sebesar 46,77 persen melampaui rekomendasi IMF sebesar 25 persen sampai 35 persen. (jpnn)