JAKARTA – Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada (UGM) Prof Zullies Ikawati mengemukakan, kasus pembekuan darah akibat vaksin AstraZeneca di Eropa sebagian besar dialami perempuan berusia muda.
“Yang menarik dari kasus pembekuan darah yang terjadi pada penggunaan AstraZeneca di Eropa. Sebagian besar terjadi pada usia muda di bawah 40 tahun, bahkan di bawah 30 tahunan. Dan kebanyakan adalah perempuan,” katanya melalui pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin, (21/6).
Zullies mengatakan, hingga 5 Mei 2021, di Eropa telah ada laporan kejadian pembekuan darah akibat vaksin AstraZeneca sebanyak 262 kasus. Terhitung 51 orang di antaranya meninggal, dari penggunaan sebanyak 30 juta dosis vaksin.
Karena itu, kata Zullies, badan otoritas kesehatan masyarakat Inggris tidak merekomendasikan warga berusia di bawah 40 tahun menggunakan vaksin AstraZeneca.
Namun, jika sudah menggunakan vaksin AstraZeneca pada suntikan pertama dan tidak mengalami masalah, bisa meneruskan suntikan kedua dengan vaksin AstraZeneca lagi.
“Bagi seseorang dengan riwayat penyakit pembekuan darah seperti deep vein thrombosis, stroke, jantung iskemi, belum ada laporan berisiko mengalami pembekuan darah akibat vaksin,” katanya.
Zullies menambahkan, yang lebih berisiko justru mereka yang pernah mengalami heparin-induced thrombocytopenia and thrombosis (HITT or HIT type 2). Atau pasien yang rutin mengonsumsi pengencer darah.
“Namun, kejadian ini pun sangat jarang. Namun demikian, untuk kehati-hatian, ada baiknya mereka yang punya riwayat pembekuan darah tidak menggunakan vaksin jenis ini,” katanya. (antaranews)