JAKARTA – Rasio utang pemerintah pada 2022 diperkirakan semakin membengkak. Dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF), pemerintah menaksir rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) menjadi 43,76 persen hingga 44,28 persen.
Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati mengatakan, rasio utang ini meningkat dibandingkan dengan tahun ini. Dalam APBN 2021, pemerintah menetapkan target rasio utang berada di level 41,05 persen terhadap PDB.
“Rasio utang kami targetkan 43,76 persen hingga 44,28 persen di tahun depan,” kata Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR, Rabu (2/6/2021).
Sri menjelaskan, membengkaknya utang pemerintah merupakan dampak dari defisit anggaran yang kian lebar di 2020 pada level 6,1 persen dan 2021 di level 5,7 persen.
Sementara untuk tahun depan, defisit APBN dipasang pada level 4,5 persen hingga 4,85 persen dari PDB atau nominal Rp807 triliun sampai Rp881 triliun, dengan pembiayaan sama.
“Rasio utang akan tetap meningkat dengan defisit yang tadi meningkat,” ujarnya.
Meski mengalami peningkatan, Sri memastikan bahwa pemerintah tetap menjaga pengelolaan fiskal yang sehat, berdaya tahan terhadap risiko, dan berkelanjutan. Menurutnya, kebijakan fiskal 2022 masih tetap ekspansif namun terarah dan terukur.
“Pemerintah akan tetap konsisten menjaga keseimbangan antara kemampuan belanja yang countercyclical dengan risiko fiskal yang harus tetap dijaga,” tegasnya.
Selain itu, kata Sri, pemerintah juga akan melakukan konsolidasi fiskal secara bertahap, di mana defisit akan kembali ke maksimal 3 persen PDB di 2023.
“Utang juga akan tetap dikelola secara prudent dan sustainable,” pungkasnya. (Fin.co.id)