Tanggapan Psikolog Soal Anak Anggota DPRD Bekasi Ingin Nikahi Korban

BEKASI – Anak Anggota DPRD Bekasi, AT, 21, menyatakan siap bertanggung jawab atas perbuatan asusilanya terhadap anak di bawah umur berinisial PU, 15. Namun belakangan, pelaku yang kini mendekap di jeruji besi menyatakan siap menikahi korban.

Namun, pernikahan dianggap bukan sebuah solusi yang baik untuk permasalahan ini. Justru bisa menjadi beban bagi perempuan tersebut. Dampak terburuk bisa mengancam jiwa dan psikologi korban.

“Jelas itu bukan solusi yang baik bahkan malah akan menjebat perempuan ini ke jurang yang lebih jauh lagi,” kata Psikolog Universitas Pancasila Jakarta, Aully Grashinta saat dihubungi JawaPos.com, Jumat (28/5).

Aully berpandangan, sekalipun korban setuju untuk dinikahkan, tetapi pernikahan tersebut tetap tergolong tidak sehat. Kasus seperti ini berbeda dengan peristiwa perzinahan yang berujung pada hamil di luar nikah. Sehingga menikahkan adalah salah satu opsi yang masuk akal.

Pada peristiwa kekerasaan seksual, maka ada ketidak setujuan atas perlakuan seksual dari salah satu pihak. “Bayangkan jika ini sudah tidak setuju dengan perilaku tersebut, apalagi selanjutnya ditengarai sudah termasuk kegiatan trafficking, prostitusi. Jelas ini mengancam baik jiwa maupun psikologis korban ini,” ucap Aully.

Oleh sebab itu, akademisi ini beranggapan, pemeriksaan terhadap dampak pemerkosaan kepada korban jauh lebih penting dibanding menikahkan. Sebab, kekerasaan seksual ini dampaknya akan dibawa korban bertahun-tahun ke depan.

“Kalau dia solusinya menikah dia malah akan semakin terjebak pada situasi itu, terjebak pada situasi di mana dia harus menerima laki-laki yang pernah melakukan tindakan kekerasan kepada dirinya,” kata Aully.

“Kemudian dia akan menikah itu dia menyerahkan seluruh hidupnya kepsda laki-laki ini, dia semakin tidak punya perlindungan baik hukum dan keluarga,” pungkasnya.

Sebegai informasi, D, Ayah korban pemerkosaan anak Anggota DPRD Bekasi, menolak menikahkan anaknya, PU, 15, dengan tersangka. Dia menginginkan pelaku dihukum sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku di Indonesia.

D menolak keinginan pihak tersangka kasus pemerkosaan anak di bawah umur itu untuk menikahi putrinya yang masih remaja. Selaku warga negara yang baik dan taat hukum, ayah korban keberatan karena itu jelas melanggar undang-undang perkawinan.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan