JAKARTA – Sebanyak 51 dari 75 anggota KPK yang dinyatakan tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK), akan dipecat. Sementara 24 lainnya, akan mengikuti pembinaan.
Padahal, Presiden Jokowi telah mengarahkan agar 75 anggota KPK itu tidak langsung dipecat. Tetapi mengikuti tes dengan jalur lain.
Menteri Koordinator bidang politik hukum dan keamanan, Mahfud MD masih bungkam, hingga kini belum memberikan tanggapan.
Tokoh Nahdatul Ulama, Umar Sadar Hasibuan atau Gus Umar mengatakan, andai saja kisruh KPK ini terjadi di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), maka bisa dipastikan Mahfud MD yang akan berikan kecaman dan kritik keras.
Namun saat ini, menurut Gus Umar Mahfud MD bungkam karena sedang menikmati jabatannya.
“Andai pemecatan Novel cs terjadi di era SBY. Gak kebayang kecaman orang ini ke SBY. Jika hari ini dia Gak kritis maklumi saja dia lagi menikmati enaknya jadi Menko,” kata Gus Umar di Twitter, Rabu (26/5).
Lebih lanjut, Gus Umar mengaku heran mendengar isu radikalisme dan taliban di KPK. Isu-isu dialamatkan kepada mereka yang punya integritas di KPK.
“Orang berprestasi menangkap koruptor dibilang Radikal. Sungguh negeri yang aneh. Pimpinan KPK RI blm punya prestasi kecuali naik heli kunjungan daerah eh malah seenaknya Mecat penyidik dengan alasan radikal. Ajaib,” tukas Gus Umar.
Sementara itu, penyidik senior, Novel Baswedan menilai, pemecatan itu telah didesain untuk menyingkirkan pegawai yang tidak lolos TWK.
“Walaupun pak Presiden sudah arahkan, oknum Pimpinan KPK tetap ngotot untuk singkirkan pegawai KPK dengan justifikasi TWK. Ini sudah diduga, dan makin tampak by design,” jelas Novel Baswedan.
Dia mengatakan bahwa upaya untuk menyingkirkan 51 pegawai KPK merupakan tahap akhir dari pelemahan KPK.
“Ini tahap akhir pelemahan KPK, maka harapan masyarakat harus diperjuangkan hingga tahap akhir yang bisa lakukan,” tandasnya.
KPK hingga kini masih merahasiakan nama-nama 51 anggota KPK yang akan dipecat. Sementara itu, 24 anggota lainnya akan mendapat pembinaan. (Fin.co.id).