SOREANG – Harga kedelai terus mengalami peningkatan harga sejak Oktober Tahun 2020 lalu, hingga saat ini harga kedelai tak kunjung turun. Adanya hal tersebut membuat pengusaha tempe dan tahu terpaksa menaikkan harga dan mengurangi ukuran.
Ketua Koperasi Produsen Tahu dan Tempe Indonesia (Kopti) Kabupaten Bandung, Ghufron mengungkapkan, bahwa kenaikan harga kedelai cukup signifikan yaitu sebesar 40 persen. Kondisi tersebut terjadi sejak Oktober 2020.
“Hampir 40 persenan naiknya dari awal Oktober 2020, cuman habis lebaran ini kan naiknya luar biasa, harga biasa saat mau puasa itu Rp9.500 sekarang sudah Rp11.000 per kilogram,” ungkap Ghufron saat wawancara melalui telepon seluler, Senin (24/5).
Selain sebagai ketua Kopti, Ghufron juga merupakan pengusaha tempe itu mengaku bisa menghabiskan delapan kwintal kedelai per hari. Dengan adanya kenaikan harga kedelai, lanjut Ghufron, bahwa biasanya pengusaha tahu dan tempe menyiasatinya dengan mengecilkan ukurannya atau menaikkan harganya.
Terkait dengan aksi mogok, Ghufron mengungkapkan bahwa pihaknya belum mendapatkan instruksi dari Kopti pusat. Katanya, kalau sekiranya tidak ada perintah mogok maka tidak akan dilakukan.
“Cuman diluar Kopti, ada di paguyuban minta mogok, kalau saya kan lebih struktural, kalau sekiranya pimpinan saya tidak menginstruksikan, saya tidak melakukan,” kata Ghufron.
Masalah kenaikan harga kedelai ini, tutur Ghufron, sudah dikoordinasikan dengan pemerintah bahkan sudah masuk ke meja presiden. Untuk penyebab kenaikan harga, kata Ghufron, masih simpang siur. Katanya, disebabkan oleh kedelai diterima oleh China dengan harga tinggi dan kebutuhan kedelai di China lebih tinggi dari Indonesia.
“Mau tidak mau dikembalikan lagi ke tata niaga artinya dikembalikan lagi ke Bulog sama Kopti, karena ini kan mekanisme pasar global, jadi harga diatur sama kartel, importir. Harapannya, minimal ada stabilitas harga, jadi harga mau dipatok berapapun tapi tidak naik turun,” pungkasnya. (yul)