Tumbuhkan dan Miliki Sifat Tawadhu Dalam Diri Kita

Penulis:  Drs. H. Karsidi Diningrat, M.Ag

ALLAH Subhanahu Wata’ala telah berfirman, “Dan hamba-hamba yang baik dari Tuhan yang Maha Penyayang itu ialah orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” (QS. Al-Furqan, 25:63). Dan dalam firman-Nya yang lain dinyatakan, ” … Dan berendah hatilah engkau terhadap orang-orang yang beriman.” (QS.al-Hijr, 15:88).

Sebagaimana Rasulullah diperintah Allah untuk tawadhu, beliau memerintahkan orang-orang yang beriman untuk tawadhu. Dalam hal ini Rasulullah Saw. bersabda, “Allah memerintahkan aku agar tawadhu, agar jangan sampai ada salah seorang yang menyombongkan diri pada orang lain dan jangan sampai ada yang congkak pada orang lain.” (HR. Muslim).

Kesombongan merupakan salah satu sifat yang paling dibenci Islam sebaliknya sikap rendah hati adalah salah satu yang paling disukai. Tentang ajaran yang satu ini Rasulullah Saw. bersabda, “Jika pelayan kalian datang menghidangkan makanan, maka hendaklah dia (sang tuan) memberikan sesuap atau dua suap makanan kepadanya, apabila dia enggan diajak untuk makan bersama. Hal itu disebabkan pelayannya itulah yang mengurus berbagai keperluan.” (HR. Bukhari).

Tawadhu adalah merendah, lawan dari sombong dan takabur. Tawadhu adalah ketundukan yang bersumber dari rasa memiliki kekuatan, kemuliaan, dan penghormatan kepada orang lain, dan bukannya ketundukan yang bersumber dari rasa memiliki kekurangan, kelemahan, kehinaan, dan keperluan kepada orang lain.

Manakala diri kita merasa bahwa diri kita adalah hamba Allah yang mulia, dan ketawadhuan yang ditunjukkannya kepada sesama kita yang mukmin adalah ketawadhuan kepada Allah Swt, maka diri kita akan merasa memiliki kemuliaan dan keluhuran, bukan kehinaan dan kelemahan.

Sebagian orang mengira bahwa bahwa tawadhu berarti merendahkan diri bukan pada tempatnya. Pandangan ini jelas keliru.

Sebagian orang lagi bersikap sombong dan takabur manakala orang lain merendah di hadapannya. Mereka berusaha membenamkan lebih dalam perasaan lemah pada orang lain. Mereka merasa mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari orang lain, dan oleh karena itu mereka layak menerima ketawadhuan dari orang lain. Sikap ini pun jelas keliru.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan