The Power of Mudik

Oleh: Atjep Amri Wahyudi*

Ada perbedaan mencolok antara mudik tahun lalu dengan sekarang. Tahun lalu, khususnya di awal pandemi Covid-19, masyarakat tampak patuh dengan larangan mudik. Ketika itu (awal Mei 2020) angka covid juga masih rendah namun sudah mulai tembus 10.000 kasus, sedangkan angka kematian masih di kisaran 800-an.

Tahun ini ketika pemerintah mengeluarkan larangan yang sama, masyarakat menyikapinya dengan lebih frontal.

Hal ini bisa kita lihat betapa masyarakat mengerahkan seluruh pikirannya untuk bisa menembus barikade polisi yang melakukan penyekatan. Lihat saja, masyarakat tidak segan-segan menumpang mobil pengangkut sayur, rela dikurung dalam mobil box dan pelbagai kiat menumpang kendaraan yang sebenarnya kurang layak untuk sebuah perjalanan jarak jauh. Jika saja pandemi tidak segera sirna, bisa jadi mendatang orang tidak segan-segan untuk mudik bareng hewan ternak!

Lantas kenapa ada perbedaan sikap masyarakat tahun lalu dengan sekarang? Jawaban yang paling logis  adalah masyarakat sudah jenuh dengan kehidupan monoton selama pandemi.

Belum lagi aspek ekonomi yang harus tetap berputar menyebabkan orang tidak lagi terlalu phobi pandemi. Semua hal itu menyebabkan masyarakat jadi lebih berani menghadapi resiko terpapar dibanding tahun lalu ketika belum diketahui metode untuk menangkal covid termasuk adanya vaksin. Masalah ekonomi tadi dan juga perasaan rindu kampung halaman menyebabkan orang mau melakukan apa saja demi mudik.

Pergerakan mudik dalam rangka Idul Fitri atau Lebaran awalnya hanya dikenal atau dilakukan oleh orang Indonesia. Rekam jejak peristiwa mudik di Indonesia bisa ditelusuri sejak dua abad yang yang silam. JJ Rizal, sejarawan Universitas Indonesia menengarai bahwa tradisi mudik linier dengan pergerakan masyarakat dari luar kota Batavia yang mencari pekerjaan di Batavia.

Menurutnya mudik berasal dari kata “udik” yang berarti titik awal mula aliran sungai  di hulu, letaknya di desa yang jauh dari hilir di Batavia. Istilah mudik lantas berkembang maknanya menjadi pulang kampung bagi kaum buruh. Karena desa banyak disebut “udik”, akhirnya gerakan masyarakat secara sporadis ke desa disebut mudik.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan