Peneliti Sebut Tidak Mudah Bangunkan Silent Majority di Kota Depok

DEPOK – Peneliti sekaligus Direktur Vox Populi Institut, M Sadikin menilai karakter masyarakat Kota Depok masuk tipe silent majority. Tipe masyarakat ini menurut Sadikin sangat sulit dijadikan tumpuan harapan untuk mewujudkan visi masyarakat demokratis yang mengandaikan adanya partisipasi dalam membangun demokrasi lokal.

“Bagi saya tantangannya di sana. Bahwa mayoritas warga Depok ini kan tergolong masyarakat silent majorityr. Dan kita tahu bahwa tipe masyarakat ini sangat sulit diajak berpartisipasi dalam membangun alam demokrasi yang sehat dan berkualitas,” kata Sadikin atau juga sering disapa Bang Brek itu kepada Jabar Ekspres, Sabtu (8/5).

Meski begitu, menurut Brek, kelemahan tersebut bisa teratasi dengan catatan butuh keterlibatan aktif kelompok Rausyanfikr untuk melakukan pencerahan politik, pemberdayaan ekonomi dan pematangan intelektual.

“Rausyanfikr sebagaimana mengutip Syari’ati adalah barisan manusia (pemikir) yang tercerahkan. Mereka ini dalam arti yang lebih luas disebut sebagai kelompok intelektual. Peran mereka sangat diharapkan untuk mendobrak kebuntuan yang terjadi saat ini,” ungkap Brek.

Brek mengaku telah lama memimpikan bangkitnya kelompok silent majority yang umumnya dihuni oleh masyarakat ekonomi terbawah, kelompok marjinal, kaum tertindas, atau penyebutan lainnya untuk merujuk pada kelompok masyarakat yang tidak memiliki kekuatan apa-apa, baik dari segi politik (kekuasaan) maupun ekonomi (finansial).

“Tentu kita berharap kelompok Rausyanfikr yang saat ini begitu nyaman di menara gading atau hanya habiskan waktu dalam kesunyian itu turun gunung untuk lakukan gerakan sosio-intelektual membangunkan silent majority,” ujar Brek.

Kelompok silent majority ini sendiri, kata Brek sangat rentan terhadap kebijakan semena-semena yang dilakukan oleh penguasa. Hal ini lantaran mereka sama sekali tidak memiliki akses untuk memengaruhi setiap pengambilan keputusan (politik).

“Maka itu, peran serta kaum Rausyanfikr dalam mendorong bangkitnya kelompok kawula atau wong cilik ini terasa amat penting dan mendesak untuk dilakukan,” terangnya.

Menurutnya, kunci dari persoalan itu ada pada peran kaum Rausyanfikr itu sendiri. Tanpa itu, kata dia, mimpi memajukan demokrasi lokal hanya akan berujung sia-sia.

Ditanya kebuntuan semacam apa yang ia maksudkan, jawab Brek, kebuntuan yang dimaksudkan itu tak lain ketidakmampuan masyarakat silent majority mengontrol kekuasaan itu sendiri.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan