Pengamat: Gaya Kepemimpinan Wali Kota Depok Cenderung Feodalistik

Saihu mengatakan, seorang Wali Kota adalah seorang pemimpin birokrasi di lingkup daerahnya. Karena ia adalah seorang pimpinan birokrasi, maka pemahaman dan penguasaan terhadap birokrasi menjadi hal mutlak yang tak bisa ditawar.

“Wali Kota itu kan pemimpin birokrasi di lingkungan daerahnya. Karena ia termasuk seorang kepala birokrasi, maka tidak ada alasan untuk tidak memahami apalagi tidak menguasasi sistem di dalam birokrasi itu,” paparnya.

Mengenai apa itu birokrasi, Saihu mengutip pendapat Sosiolog terkemuka, Max Weber, yang mengatakan birokrasi merupakan sebuah sistem pengorganisasian tugas yang diatur sedemikian rupa berdasarkan rasionalitas.

“Karena ia merupakan sebuah sistem pengorganisasian tugas berbasis rasionalisasi, maka apapun bentuk kebijakan di dalam birokrasi itu harus ditempuh dengan cara-cara yang rasional pula. Bukan dengan cara kekeluargaan, ataupun cara-cara irasional lainnya,” beber Saihu.

Ia melanjutkan, jika sebuah pemerintahan (daerah) dikelola berdasarkan aturan main yang rasional alias terukur, teruji, kredibel, kompeten dan penuh tanggung jawab, maka seorang Wali Kota semestinya mendorong konsep merit system (sistem merit) di dalam tata kelola pemerintahan di Kota Depok.

“Jadi, dalam sistem merit, setiap pegawai atau pejabat diseleksi berdasarkan kemampuan yang dimiliki. Jadi, kebijakan promosi, mutasi, ataupun penempatan seseorang dalam posisinya itu harus disesuaikan dengan keahlian yang dimilikinya,” kata dia.

Di luar dari itu, kata alumnus Universitas Indonesia (UI) itu tidak dibenarkan. Sayangnya, ia mengaku tidak melihat itu selama masa kepemimpinan Wali Kota Mohammad Idris.

“Itu yang nyaris tidak terlihat selama kepemimpinan Mohammad Idris (Wali Kota Depok),” pungkasnya. (Mg12)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan