Berbekal strategi yang berhasil menghantarkan bank bjb menjadi bank resilien selama pandemi, di 2021 bank bjb juga menargetkan pertumbuhan yang positif di seluruh aspek. Nia memaparkan sejumlah target yang akan berupaya dicapai di tahun ini.
“Di 2021, kami proyesikan pertumbuhan kredit di angka 8% hingga 9%, pertumbuhan DPK di angka 9% hingga 10%, NPL terus dijaga di 1,5% hingga 1,7% dan cost of fund bisa tertangani di 4% hingga 4,5%, serta coverage ratio di 100% hingga 140%,” ungkapnya.
Terkait penyaluran kredit, Nia mengatakan, pihaknya menjadikan pertumbuhan kredit korporasi dan finansial yang cukup baik di 2020 sebagai pijakan. Di tahun ini, bank bjb akan kembali berfokus pada penyaluran kredit di proyek-proyek pemerintah, BUMN karya, dan sindikasi-sindikasi infrastruktur.
“Kami pilah dengan hati-hati, fokus penyaluran kredit di korporasi dan komersial akan lebih banyak di proyek pemerintah, BUMN karya dan infrastruktur. Ke depan, hal ini masih terus kami tumbuhkan tanpa meninggalkan captive market kami di segmen consumer. Begitu pula halnya dengan UMKM yang terus kami kembangkan melalui berbagai produk kredit UMKM bank bjb,” ungkapnya.
Dalam webinar tersebut, perjalanan bank bjb sejak awal berdirinya di 1961 dibahas secara singkat. PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat & Banten Tbk adalah BPD pertama yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 2010, dengan kode emiten BJBR.
“Bermodalkan IPO tersebut, kami saat ini memiliki aset sebesar Rp140,9 Triliun dengan jaringan tersebar di 14 provinsi di seluruh Indonesia,” ungkapnya.
Pada saat IPO, Nia mengatakan, bank bjb melepas 25% sahamnya pada publik dengan harga penerbitan Rp600 rupiah dan nilai nominal 250 serta total nilai emisi Rp1,45 Triliun. Saat ini, komposisi kepemilikan bank bjb adalah Pemerintah Provinsi Jawa Barat (38,18%),
Pemerintah Kota dan Kabupaten se-Jawa Barat (24,03%), Provinsi Banten (5,29%),Pemerintah Kota dan Kabupaten se-Banten (7,87%), dan publik (24,64%). (rls)