Begini Alasan Salat Taraweh Cepat Bedasarkan Ilmu Fiqih

Pelaksanaan salat taraweh di Indonesia sangat beragam. Mulai dari jumlah bilangan rakaat yang berbeda, sampai memiliki keunikan dengan salat taraweh dengan gerakan super cepat.

Taraweh super cepat ini banyak dilakukan di berbagai daerah di Indonesia. Bahkan di kalangan lingkungan pondok pesantren.

Taraweh super cepat dipandang sebagian pemahaman ulama tidak memiliki rukun shalat, Sebab, tidak dilakukan secara Tumaninah.

Namun ada juga para ulama berpendapat selama syarat dan rukun salat terpenuhi, maka shalat apapun hukumnya sah secara ilmu fiqih.

Kendati begitu, pelaksana salat secara cepat ternyata memiliki alasan tersendiri untuk dilakukan.

Dikutip dari NUonline or.id pada dasarnya, pengabaian terhadap bagian dari rukun shalat itu bukan disebabkan cepat atau lambatnya shalat, tetapi kebanyakan karena kurang memahami terhadap rukun (fardlu) shalat.

Shalat cepat, mengapa tidak! Di dalam shalat, rukun (fardlu) yang bersifat qauliyah, antara lain takbiratul ihram, surah al-Fatihah, tasyahud dan shalawat dalam tasyahud, serta salam.

Adapun bacaan lainnya termasuk daripada sunnah-sunnah shalat yang tidak akan menyebabkan shalat tidak sah atau batal bila meninggalkannya.

Ada beberapa tips secara fiqih sebagai aturan dalam melaksanakan shalat dengan cepat. 1. Niat dan Takbir Takbiratul Ihram dilakukan bersamaan dengan niat di dalam hati.

Keduanya merupakan bagian daripada rukun shalat. Lafadz takbiratul Ihram adalah Allahu Akbar (الله أكبر) atau Allahul Akbar (الله الأكبر).

Dua lafadz takbir ini diperbolehkan, kecuali oleh Imam Malik, sehingga ulama menyarankan agar hanya menggunakan lafadz “Allahu Akbar”, untuk menghindari khilaf ulama.

Niat di dalam hati. Adapun melafadzkan niat dihukumi sunnah agar lisan bisa membantu hati dalam menghadirkan niat. Niat shalat wajib hanya perlu memenuhi 3 unsur, yaitu: (1). Qashdul fi’il (menyengaja suatu perbuatan) seperti lafadh Ushalli (sengaja aku shalat…); (2). Ta’yin (menentukan jenis shalat), seperti Dhuhur, ‘Asar, dan lain-lain; dan (3) Fardliyyah (menyatakan kefardluannya), seperti lafadz ‘Fardlan’.

Sedangkan shalat sunnah (kecuali sunnah muthlaq) hanya perlu memenuhi 2 unsur, yaitu Qashdul Fi’li dan Ta’yin. Misalnya shalat tarawih, maka niatnya cukup dengan lafadh “sengaja aku shalat tarawih” atau “sengaja aku shalat qiyam ramadlan”, sudah mencukupi.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan