JAKARTA – Mobilitas masyarakat saat libur panjang berdampak pada kanaikan kasus positif Covid-19. Itu sudah tidak terbantahkan.
Data menunjukkan kasus Covid-19 bahkan naik lebih dari 100 persen. Karena itu, keputusan pemerintah melarang mudik dinilai tepat.
Data Satgas Covid-19 nasional menyebutkan usai libur Idulfitri 22-25 Mei 2020, peningkatan kasus positif Covid-19 mencapai 69-93 persen.
Kemudian, saat libur 15-17 Agustus 2020, peningkatan kasus positif sebesar 58-188 persen.
Sedangkan saat libur akhir Oktober, peningkatan kasus positif sebanyak 17-22 persen.
Belajar dari libur panjang sebelumnya, pemerintah menegaskan melarang masyarakat mudik Lebaran, tahun ini.
Pakar virologi dan imunologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dr Mohamad Saifudin Hakim mendukung kebijakan tersebut.
“Menurut saya sudah kebijakan yang tepat,” katanya kepada wartawan, Sabtu (17/4).
Menurut dia, masyarakat harus mendukung sehingga kebijakan larangan mudik efektif menekan kasus Covid-19.
Koordinasi dengan petugas di lapangan agar sosialisasi dan penegakan aturan berjalan juga penting.
“Satu sisi masyarakat sadar, di sisi lain pemerintah harus tegas,” tutur Saifudin.
Sedangkan ahli penyakit tropik dan infeksi dr Erni Juwita Nelwan mengimbau masyarakat agar membatasi pergerakan hanya untuk hal yang betul-betul darurat.
Menurut dia, risiko penularan kasus Covid-19 masih terus ada.
“Bila masih ada kasus, maka risiko penularan dan penyebaran akan tetap ada, sehingga belum waktunya untuk bebas mobilisasi,” kata Erni.
Pengendalian pandemi bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tapi harus ada dukungan masyarakat.
Agar masyarakat tidak mudik, menurut Erni, aturan pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus selaras.
“Bila masih ada juga yang mudik harus ada sikap antisipasi yang bijak dan simpatik. Tujuannya sama, supaya semua tetap sehat dan tidak ada penularan di manapun,” pungkas Erni. (**)