JAKARTA – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai, saat ini banyak di kalangan masyarakat yang mengartikan toleransi tidak pada tempatnya. Bahkan dalam prakteknya, toleransi menabrak nilai-nilai agama itu sendiri.
Menurutnya, toleransi bukan berarti melebur antara peribadatan agama satu dengan lainnya.
“Berdampingan tidak dijadikan jus, dicampur, melebur, ya nggak boleh, kita ini agama berlandas Ketuhanan Yang Maha Esa,” Cholil Nafis dilansir kanal YouTube-nya Cholil Nafis Official, Kamis (15/4).
Dia melanjutkan bahwa, bhineka tunggal ika juga tidak mengajarkan untuk melebur. Bhineka mengajarkan perbedaan tetapi dalam satu kesatuan NKRI.
“Itu namanya Bhineka, kalau dicampur itu tidak lagi Bhineka, aneka ragam itu kan ketika dalam keadaan entitas masing-masing, tapi kalau dijadikan jus apa itu bisa dikatakan Bhinekka, kan enggak,” jelasnya.
“Banyak orang yang memahami toleransi itu kayak jus, dilebur semua, agama dilebur, nggak usah pakai atribut agama, itu dilebur. Itu bukan Bhinekka, itu jusnikka,” sambung dia.
Dia menjelaskan bahwa Bhineka itu tidak boleh merendahkan satu dengan lainnya. Tidak boleh menganggu peribadatan agama lainnya.
“Yang namanya Bhineka itu masing-masing entitasnya, tapi tak boleh menganggu tak boleh merendahkan, tak boleh mengalangi, tak boleh menghambat,” katanya.
Dia juga menjelaskan soal doa semua agama yang diusulkan Menteri Agama. Menurut CHolil Nafis, umat Islam tidak boleh berdoa selain kepada Allah.
“Yang beragama Islam, mari kita mengamini doa yang saya pimpin, yang lain silahkan berdoa menurut keyakinannya masing-masing, ditempat yang sama. Kami tidak minta mereka mengaminkan doa saya..jangan saling senggol, jangan saling mencela, kita hargai masing-masing,” katanya.
“Itu berarti entitas kita beda-beda tapi didalam satu negara yakni Negara Kesatuan Negara Republik Indonesia, begitu,” pungkasnya. (Fin.co.id).