Nasib Industri Buku di Ujung Tanduk, JJ Rizal Sarankan Pemerintah Bentuk Dewan Perbukuan Nasional

DEPOK – Ada suatu paradoks yang dialami republik ini. Bahwa negara ini awal mula tujuan dibentuknya yakni untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, kenyataannya hari ini justru jauh berbeda.

Alih-alih mencerdaskan, pemerintah pada kenyataannya justru membenamkan diri pada hal-hal yang jauh dari komitmen mendorong akselerasi pengetahuan di Indonesia.

Sejarawan sekaligus Direktur Publisher Komunitas Bambu (Kobam), JJ Rizal mengatakan, tidak adanya niat maupun komitmen pemerintah dalam mendorong kecerdasan bangsa itu dapat dilihat dari rendahnya political will (kemauan) untuk memajukan industri perbukuan di tanah air.

“Mayoritas elite itu enggak punya kebijakan tentang buku karena mereka mayoritas enggak punya pengalaman membaca buku. Pengalaman mereka paling jauh membaca buku rekening bank,” ujar JJ Rizal saat ditemui wartawan Jabareskpres.com di kantor Kobam, Beji, Depok, Rabu (14/4).

“Jadi menurut saya yang bisa menyelamatkan kondisi ini adalah politik perbukuan, tetapi situasinya kita tidak bisa berharap pada politik perbukuan. Karena enggak ada setan yang mau membantu industri racun pembunuh setan,” tambahnya.

“Jadi pertanyaan besarnya kalau pemerintah republik Indonesia didirikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, maka proyeksi dari kita 23 tahun ini bekerja sebagai publisher, problem terbesarnya justru adalah negara ini tidak punya infrastruktur untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,” sambung Rizal.

Menurut Rizal, salah satu kendala terbesar yang kini dialami para lembaga produsen buku ialah masalah distribusi.

Diakui Rizal, masalah distribusi ini terjadi akibat minimnya infrastruktur yang tersedia. Terlebih, infrastruktur yang terbatas itu pun faktanya masih juga dimonopoli oleh segelintir orang.

“Karena infrastruktur untuk perbukuan Indonesia itu bukan hanya sedikit tapi juga di monopoli membuat kita kesulitan mengikuti aturan main yang diterapkan oleh mereka. Nah jadi problem terbesar dari perbukuan yang kita hadapi adalah distribusi sebenarnya, nah jadi bagaimana menyebarkan buku ini yang menjadi masalah,” ungkapnya.

Jawaban atas permasalahan itu, lanjut Rizal, bergantung pada kemauan politik elit. Jika mereka masih menganggap penting industri perbukuan nasional yang merupakan penyangga bagi tumbuh dan berkembangnya iklim pendidikan dan pengetahuan di Indonesia, maka solusinya membentuk semacam Dewan Perbukuan Nasional.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan