Akibat Puting Beliung, Kades Mekarsaluyu Sebut 159 Rumah Alami Kerusakan

BANDUNG – Kepala Desa Mekarsaluyu Ayi Miharja mengungkapkan, sekitar 159 rumah mengalami kerusakan dalam kategori sedang, ringan, dan berat akibat diterjang angin puting beliung.

“Data sementara 159 rumah yang rusak, kemungkinan masih terus akan bertambah karena masih pendataan,” kata Ayi, Senin (29/3).

Ia menjelaskan, berdasarkan data sementara, rumah yang rusak berada di RW 3, 5, dan 6. RW 3 menjadi wilayah dengan kerusakan rumah terbanyak yakni 109 rumah.

Sementara Di RW 4, kata dia, terdapat 11 rumah rusak, RW 5 ada 17 rumah, dan RW 6 sebanyak 22 rumah rusak.

“Sebagian besar rumah mengalami kerusakan pada bagian atap seperti genteng yang tersapu angin. Beberapa rumah bahkan ambruk ketika angin puting beliung tersebut menyapu,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Stasiun Geofisika Bandung Teguh Rahayu Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Bandung mengatakan, kejadian Angin puting beliung disertai hujan pada sore hari tanggal 28 Maret 2021 pukul 16:00 sebesar 28km/jam

Penyebabnya, kata dia, berdasarkan pantauan Citra satelit terdapat pembentukan awan Cumulonimbus di sekitar wilayah dan sekitarnya pada pukul 15:20 Wib.

“Kondisi kelembapan yang cenderung basah pada ketinggian kurang lebih 3 km di atas permukaan laut mendukung pembentukan awan-awan hujan,” katanya.

Tak hanya itu, ucap dia, adanya daerah belokan angin (shearline) di Jawa Barat bagian tengah serta adanya sirkulasi siklonik di Samudera Hindia.

“Seiring akan memasuki periode transisi/pancaroba, ditandai dengan gejala cuaca yang tidak stabil dan adanya perubahan pola angin sehingga potensi hujan yang terjadi bisa disertai kilat/petir dan angin kencang atau angin puting beliung,” ucapnya.

“Karena terdapat anomali suhu permukaan laut di perairan Jawa Barat yang masih cenderung hangat sehingga berpeluang terjadi pembentukan awan konvektif potensial hujan,” tambahnya.

Saat disinggung mengenai kenapa angin puting beliung bisa terjadi di dataran tinggi. Dia menjelaskan bahwa di mana pun bisa terjadi.

“Bisa saja terjadi di dataran tinggi atau dataran rendah, selama ada proses pertumbuhan awan Cumulonimbus (Cb). Karena ada juga perubahan fungsi lahan misal jadi lahan pertanian atau pemukiman,” jelasnya.

Sehingga, ucap dia, proses konveksi cukup kuat untuk pembentukan awan Cumulonimbus. Kondisi musim saat ini kita akan memasuki periode transisi atau pancaroba sehingga fenomena angin puting beliung dan cuaca ekstrem bisa kerap saja terjadi.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan