KARAWANG – Badan Karantina Pertanian telah memusnahkan 108 ton jahe impor yang berasal dari Myanmar dan Vietnam. Ratusan ton jahe impor itu dimusnahkan karena dianggap tidak memenuhi persyaratan karantina. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi, mengatakan kasus tersebut merupakan teguran bagi semua pihak. Selain karena jahe tersebut membahayakan, juga statusnya yang merupakan produk impor.
“Ini adalah sebuah tamparan buruk bagi kita semua,” ujar Dedi Mulyadi, Selasa (23/3).
Dedi menyebutkan, Indonesia dianugerahi oleh hamparan tanah yang luas dan subur. Bahkan banyak ditemukan lahan pemerintah yang kosong dan tidak termanfaatkan.
“Saya tak habis pikir, negeri luas dan tanah terbentang dan penghuni negerinya memiliki banyak waktu, tetapi kita masih harus impor jahe?” tulis Dedi di akun instagramnya.
Akan tetapi, produk impor selalu membanjiri tanah air. Termasuk, jahe saja sampai harus impor dari luar negeri. Jelas ini, sangat ironis. Indonesia yang tanahnya subur, segala sesuatunya harus impor. Karena itu sudah seharusnya semua pihak mulai dari Kementerian Pertanian, dinas pertanian provinsi, dinas pertanian kabupaten/kota, sekolah, kantor hingga pemukiman diberdayakan maka tidak perlu lagi ada komoditas impor.
“Sekarang muncul impor jahe. Kemarin waktu Pak Ketua (Komisi IV) menyampaikan itu (ada impor jahe), kepala saya sampai nyut-nyutan, masa sih jahe saja sampai impor. Nah segera ke depan kecerdasan-kecerdasan bangsa besar ini kita libatkan, agar kita tidak menjadi budak di negeri kita sendiri,” ujar mantan Bupati Purwakarta ini.
Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas, Dedi berharap penyusunan anggaran harus didasari oleh hasil atau pencapaian produk. Angka-angka digit administratif itu harus menjadi produk. Sehingga setiap tahunnya ketahuan ada kelemahan yang mendasar dalam pengelolaan negeri ini. Langkah lainnya, kata Dedi, saat ini pemerintah bisa mencontoh program yang diinisiasi olehnya di Purwakarta.
Pelajar di Purwakarta, di tengah pembelajaran daring diberikan edukasi untuk tetap produktif. Mereka melakukan penanaman padi gogo dan tanaman produktif lainnya di sekolah hingga rumahnya. Ia berharap kasus impor seperti ini menjadi yang terakhir. Sebab baginya bukan hanya persoalan jahe tersebut berbahaya tapi bagaimana bangsa Indonesia tidak perlu mengimpor berbagai bahan pangan yang menjadi kebutuhan masyarakat sehari-hari.