JAKARTA – Polda Metro Jaya (PMJ) mengungkap praktik prostitusi anak di sebuah hotel di Jakarta. Sedikitnya 15 anak korban prostitusi di hotel milik artis Cynthiara Alona, yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susanto mengatakan kasus prostitusi anak yang menyeret nama Cyntiara Alona merupakan kejahatan yang terstruktur. Karenanya dia meminta ada sanksi tegas bagi semua yang terlibat di dalam kejahatan terhadap anak-anak tersebut.
“KPAI melihat kasus ini sebagai kejahatan terstruktur yang mengandung unsur perekrutan anak di bawah umur dalam iklan aplikasi online oleh mucikari, kemudian pemindahan, penempatan, penampungan, dan penerimaan di hotel dengan cara memanfaatkan anak-anak yang rentan secara ekonomi untuk tujuan eksploitasi seksual,” katanya dalam keterangan tertulisnya, Minggu (21/3).
Dikatakannya, pola itu merupakan petunjuk atas terjadinya human trafficking yang terkoneksi dengan hotel sebagai perusahaan yang menerima manfaat.
Dalam kasus ini, dia menyebut pihaknya meminta agar Kemenparekraf proaktif dalam efektivitas Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif No PM.53/HM.001/MPEK/2013 tentang Standar Usaha Hotel untuk memiliki perspektif perlindungan anak dan menerapkan Children Right Of Business Principle (CRBP) yang mengatur tanggung jawab dunia usaha terhadap perlindungan anak.
Disampaikannya pula, pemerintah harus serius menangani transformasi prostitusi dari offline ke dunia online dengan melibatkan anak. Pemerintah harus bisa mengevaluasi dan memberi sanksi tegas pada penyedia platform digital yang terindikasi melakukan kegiatan prostitusi anak-anak.
“KPAI sudah meminta Kementerian Kominfo untuk melakukan langkah kuratif menertibkan berbagai aplikasi media digital yang acapkali digunakan dan longgar dalam melakukan perlindungan konsumen, hingga sangat mudah disalahgunakan, termasuk kepada anak,” katanya.
Menurut dia, dunia usaha seharusnya mendukung penyelenggaraan perlindungan anak sebagaimana mandat UU No 35/2014 tentang Perlindungan Anak, bahwa dunia usaha merupakan pilar perlindungan anak dalam membangun kebijakan (aturan/SOP perusahaan) yang berperspektif perlindungan anak.
Misalnya, dilarang mempekerjakan anak, terutama dalam pekerjaan terburuk anak (yang merusak kesehatan, keselamatan dan moral anak), produk yang dihasilkan aman dan nyaman untuk anak, serta dunia usaha memiliki tanggung jawab sosial pada terselenggaranya perlindungan anak.