Ia menjelaskan, dari catatan anggaran 10 tahun ke belakang. Anggaran permukiman nilainya hanya 3,2-3.8% dari total anggaran untuk permukiman.
Kendati begitu, perlu ditambah seperti di negara-negara lain yang mencapai 12%. Sebab, lanjut dia, ini akan membangun kehidupan masyarakat yang sehat yang akan berpengaruh pada kesejahteran.
“Dengan mengoptimalkan pelayanan air minum, sanitasi, pengelolaan sampah di lingkungan/perumahan kumuh, kebutuhan tempat tinggal ataupun fasilitas umum dan sosial,”jelansya.
Menurut data yang dihimpunnya, ia menyimpulkan orang yang tidak punya rumah sendiri mereka ngontrak atau tinggal di rumah mertua. Di Jawa Barat lebih banyak, jika dibandingkan dengan Jawa Tengah/Jawa Timur.
“Sebabnya Jabar menjadi tempat urbanisasi. Maka pemenuhan kebutuhan akan Perumahan ini perlu dituntaskan. Kalau dilihat dari pembangunan di bidang permukiman ini kan kebanyakan dilakukan oleh masyarakat sendiri ataupun swasta,” hematnya.
“Maka di sini perlu pemerintah itu meningkatkan anggaran untuk menambah kontribusi terhadap kebutuhan warganya. Jangan sampai karena kepadatan penduduk dan kekurangan lahan bisa jadi bencana di tengah pemukiman,” tambahnya.
Ditingkat nasional penduduk Jabar itu jumlah warganya mencapai 20%. Kebutuhan lahan untuk tempat tinggal sangat terbatas untuk mencari solusi tentang permasalahan ini bisa saja provinsi Jawa Barat melalui disperkim secara konfuren berbagi peran dengan pemerintah pusat untuk menanganinya.
“Caranya provinsi Jawa Barat berupaya marketing program dari pusat untuk diterapkan di Jawa Barat. Perlu adanya kolaborasi dari pelaku yang bergerak di bidang permukiman dengan konferensif secara tuntas tidak parsial. Lalu kehadiran komunitas ataupun masyarakat dalam berperan ini perlu dibangun agar Jabar ini bisa juara dalam penanganan permasalahannya,” paparnya. (win)