Sudah 18 Orang Tewas, Demonstran di Myanmar Kembali Unjuk Rasa

NAPYPYIDAW – Berselang beberapa hari seusai tragedi kekerasan yang dialami pengunjuk rasa oleh tindakan para petugas keamanan yang menewaskan sedikitnya 18 orang, demonstran di Myanmar kembali turun ke jalan, Senin (1/3) waktu setempat, menentang tindakan keras tersebut.

Bentrokan terjadi di berbagai bagian negara pada Minggu (28/2) dan polisi melepaskan tembakan ke kerumunan di kota terbesar Yangon, setelah gas air mata dan tembakan peringatan gagal untuk membubarkan pengunjuk rasa yang menuntut pemulihan pemerintahan Aung San Suu Kyi.

Polisi dengan meriam air dan kendaraan militer dimobilisasi di titik-titik protes di Yangon pada Senin, sementara demonstran berbaris di Kale, di barat laut Myanmar, memegang foto Suu Kyi dan meneriakkan “demokrasi, tujuan kami, tujuan kami”.

Video langsung di Facebook menunjukkan kerumunan kecil yang mengenakan topi pekerja konstruksi berkumpul di seberang jalan di Lashio, Negara Bagian Shan, meneriakkan slogan-slogan saat polisi berbaris ke arah mereka.

“Sudah satu bulan sejak kudeta. Mereka menindak kami dengan penembakan kemarin. Kami akan keluar lagi hari ini,” kata pemimpin unjuk rasa Ei Thinzar Maung di Facebook.

Beberapa pengunjuk rasa menyerukan penghancuran kamera pengintai yang digunakan oleh pihak berwenang, dan membagikan resep semprotan merica di media sosial.

Yang lainnya membuat perisai logam untuk mereka yang berada di garis depan, yang melawan polisi dan tentara dengan perlengkapan perang lengkap. Beberapa dari pasukan keamanan adalah anggota unit yang terkenal melakukan tindakan keras terhadap kelompok pemberontak etnis.

Di satu jalan di Yangon, para demonstran menempelkan ratusan gambar pemimpin junta Min Aung Hlaing ke tanah, bertuliskan “tidak tahu malu, diktator, kami tidak akan pernah memaafkanmu”.

Sebuah komite yang mewakili anggota parlemen yang memenangi kursi dalam pemilu November mengatakan sedikitnya 26 orang tewas dalam kekerasan pada Minggu, tetapi data ini tidak dapat diverifikasi oleh Reuters.

“Penggunaan kekuatan yang berlebihan dan pelanggaran lain yang dilakukan oleh junta militer sedang dicatat dan mereka akan dimintai pertanggungjawaban,” kata komite itu.

Myanmar berada dalam kekacauan sejak tentara merebut kekuasaan dan menahan pemimpin terpilih Suu Kyi dan sebagian besar kepemimpinan partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pada 1 Februari, setelah menuduh adanya kecurangan dalam pemilu November yang dimenangkan secara telak oleh partai tersebut.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan