Edhy Prabowo Bangun Rumah Pakai Uang Hasil Suap Benur

JAKARTA – Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan suap penetapan izin ekspor benih lobster atau benur yang menjerat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (EP). KPK menduga, Edhy membangun rumah dari uang penerimaan suap ekspor benur.

“Noer Syamsi Zakaria (karyawan swasta) didalami pengetahuannya terkait dengan dugaan pembelian material untuk pembangunan rumah tersangka EP yang diduga bersumber dari kumpulan uang para eksportir yang mendapatkan izin ekspor benur di KKP tahun 2020,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (25/2).

Selain memeriksa Noer Syamsi, penyidik juga menggali pembelian barang-barang mewah yang dibeli istri Edhy Prabowo, Iis Rosita Dewi. Penyidik mencecar Pung Nugroho selaku pihak swasta mengenai pembelian jam tangan mewah oleh Iis dalam perjalanannya ke Amerika Serikat (AS).

Selain itu, penyidik juga memeriksa seorang mahasiswa bernama Esti Marina. Dia digali pengetahuannya pengetahuannya terkait dugaan kepemilikan sejumlah uang dari tersangka Andreau Pribadi Misata.

“Selasih (Notaris) didalami keterangannya terkait dugaan pembelian tanah oleh Tsk APM (Andreau Pribadi Misata) melalui Istrinya yang diduga bersumber dari kumpulan uang para eksportir yang mendapatkan izin ekspor benur di KKP tahun 2020,” tandas Ali.

KPK menduga, Edhy Prabowo menerima suap dengan total Rp 10,2 miliar dan USD 100.000 dari Suharjito. Suap tersebut diberikan agar Edhy selaku Menteri Kalautan dan Perikanan memberikan izin kepada PT Dua Putra Perkasa Pratama untuk menerima izin sebagai eksportir benih lobster atau benur.

KPK menetapkan tujuh orang sebagai tersangka. Mereka diantaranya mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo; dua stafsus Menteri Kelautan dan Perikanan, Safri (SAF) dan Andreau Pribadi Misanta (APM); Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi (SWD); staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan, Ainul Faqih (AF) dan pihak swasta, Amiril Mukminin. Sementara diduga sebagai pihak pemberi, KPK menetapkan Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito (SJT) sebagai tersangka.

Keenam tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan