Soal Polemik Ponpes Tahfidz Quran Alam Maroko, Kades Mekarjaya Buka Suara

CILILIN – Sebagian warga di Kampung Maroko, Desa Mekarjaya, Kecamatan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat, menolak keberadaan Pondok Pesantren Tahfidz Quran Alam Maroko yang dianggapnya sesat dan tak sesuai kaidah.

Penolakan itu bermuara pada aksi pemblokiran akses ke ponpes hingga meminta pengurus dan santri ponpes tersebut angkat kaki dari kampung. Warga menilai ajaran dan praktik keagamaan yang diamalkan pengurus serta santri ponpes sesat karena hanya salat tiga kali dalam sehari ditambah kiblat mereka tak umum seperti umat muslim lainnya.

Kepala Desa Mekarjaya, Ipin Surjana mengungkapkan garis besar konflik antara warga dengan Ponpes Alam Maroko justru karena pihak ponpes yang disebutnya tak menghargai pengurus RT dan RW setempat.

“Warga memang inginnya pesantren bubar, karena dianggap tidak menghargai pengurus RT dan RW. Pengelola mendirikan pesantren tanpa izin dulu ke RT dan RW, itu yang membuat warga geram,” ungkap Ipin Surjana, Jumat (5/2) kemarin.

Lalu soal permasalahan lainnya Ipin menjelaskan jika warga merasa keberatan lantaran ada praktik pernikahan yang dinilai tidak lazim dilakukan karena tanpa ada wali dari pihak pria. Namun di sisi lain Ipin memang mengaku belum mampu membuktikan tudingan warga soal ajaran di ponpes tersebut sesat.

“Katanya ada pengurus nikah ke orang Kampung Maroko, tapi pesantren tidak pernah klarifikasi. Kami akhirnya berusaha meredam warga, jangan anarkis dan sabar. Kami juga minta ke pihak pesantren jangan dulu ada kegiatan pembangunan karena belum ada izin. Kalau penutupan jalan itu kan inisiatif warga,” terangnya.

Tak berhenti sampai situ saja, saat ini aktivitas kegiatan santri di Ponpes Alam Maroko yang berjumlah sekitar 60 orang terancam berhenti di tengah jalan.

Hal tersebut lantaran Indonesia Power (IP) yang mengklaim sebagai pemilik lahan tempat ponpes berdiri, juga telah menerbitkan surat relokasi ponpes yang harus dilakukan hingga batas waktu terakhir pada 10 Februari mendatang.

Humas PT Indonesia Power Saguling, Agus Suryana, mengatakan secara prinsip pihaknya tidak mempermasalahkan siapapun untuk membangun pesantren di atas lahannya.

Namun, untuk permintaan relokasi terhadap Ponpes Alam Maroko berdasarkan konflik antara pesantren dan warga ini tidak menemui titik temu meski sudah dilakukan mediasi.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan