Subsidi Pupuk Dinilai Tidak Efektif, Diusulkan untuk Dihapus

JAKARTA – Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) Dwi Andreas Santosa menilai subsidi pupuk yang selama ini digelontorkan pemerintah tidak efektif untuk mendongkrak produksi pertanian.

Ia mencatat, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, impor komoditas pangan Indonesia naik hingga 19,6 juta ton. Artinya, subsidi pupuk yang diberikan setiap tahun senilai Rp33 triliun tidak memberikan imbal balik yang memuaskan. Hal inilah yang membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) kecewa dengan produksi pertanian yang mengalami penurunan.

Andreas yang juga merupakan Guru Besar Pertanian IPB itu menyikapi kemarahan Jokowi itu adalah suatu hal yang wajar. Menurutnya, pada awal pemerintahan Jokowi, ia sudah menyarankan untuk mengkaji ulang aturan terkait subsidi pupuk.

Menurut dia, ketimbang mensubsidi pupuk yang merupakan input dalam proses produksi, lebih baik alokasi anggarannya disalurkan langsung kepada petani.

“Dulu saya membantu beliau (Jokowi) di tim transisi, dulu ada dua program yang kita usulkan untuk pembangunan pertanian dan pangan pada saat itu, yakni penggantian subsidi input ke direct payment (subsidi langsung),” ujar Andreas kepada Fajar Indonesia Network (FIN), kemarin.

Andreas mengungkapkan, pihaknya telah melakukan kajian komprehensif terhadap program subsidi pupuk. Dari total sekitar Rp33 triliun dana subsidi dalam setahun, ternyata tidak semuanya dirasakan manfaatnya oleh petani. Karena para petani lebih baik mengeluarkan biaya yang lebih mahal untuk pupuk (membeli pupuk komersial), memiliki kualitas dan produksinya bisa meningkat. Sedangkan pupuk bersubsidi tidak terlalu baik.

“Sudah kami sampaikan kepada presiden, termasuk hasil dari rembug dengan para petani. Sudah kami sampaikan terkait direct payment dan yang lainnya yang kami sebut sebagai after sold direct payment,” tuturnya.

Dia menjelaskan, payment pertama akan membantu petani pada saat persiapan masa tanam. Kemudian payment kedua ketika petani sudah menghasilkan produk pertanian, dalam bentuk perlindungan harga.

“Sehingga enggak ada lagi input disubsidi. Dengan cara seperti itu, saya sudah pernah hitung peningkatan produksi petani itu bisa sampai 31 persen, hanya sekadar mengalihkan subsidi input ke direct payment,” ucapnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan