Saung Angklung Udjo Tidak Dinaungi Asosiasi, Lho?

BANDUNG – Direktur Utama Saung Angklung Udjo, Taufik Hidayat Udjo mengungkapkan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) untuk mengajukan permohonan bantuan.

Hal tersebut merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan Saung Angklung Udjo yang dikabarkan tumbang karena pandemi Covid-19. Namun, sejauh ini Taufik belum mengetahui kapan pengajuan permohonan tersebut akan dilayangkan oleh Disbudpar.

“Betul ada koordinasi dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Saya kurang tahu surat (kapan dikirimkannya),” ungkap Taufik saat dihubungi Jabar Ekspres, Selasa (26/1).

Selain itu, menurutnya, sejauh ini Saung Angklung Udjo tidak dinanungi asosiasi manapun. Sementara Pemkot Bandung sempat mendorong asosiasi yang menaunginya untuk mencari solusi agar Saung Angklung Udjo tetap bisa berjalan selama pandemi Covid-19.

“Ga di bawah asosiasi, Saung Angklung Udjo berdiri sendiri. Harusnya ada Perhimpunan Usaha Taman Rekreasi Indonesia (PUTRI), nampaknya tidak jalan,” bebernya.

Berbagai regulasi yang ditetapkan sejak pertengahan tahun 2020 memaksa Saung Angklung Udjo mengurangi batas wisatawan. Sayangnya, hal tersebut tidak serta merta mengembalikan riuh tempat wisata khas Sunda tersebut seperti semula.

Tak kurang dari 90% atau sekitar 600 orang komponen pegiat wisata di Saung Angklung Udjo yang dirumahkan sejam awal pandemi Covid-19. Mulai dari Pelaku Seni Pertunjukan, Pengrajin Angklung dan Kru Pendukung.

Bahkan, kata Taufik, jika dijumlah Bersama para supplier dan pekerja acara lainnya bisa mencapai 1000 orang yang terdampak.
“Setelah lebih dari 10 bulan kami berupaya dan bertahan agar tidak tergerus, namun apa daya,” ungkapnya.

Saung Angklung Udjo (SAU) merupakan replika dari suatu perkampungan masyarakat Sunda. Terdapat beragam aktivitas seni budaya dari pertunjukan musik bambu yang aktraktif dan dinamis, pagelaran kesenian khas Jawa Barat, hingga kegiatan pengrajin memproduksi barang kerajinan khas dan alat alat musik bambu, khususnya Angklung.

Secara histori, tempat wisata yang satu ini didirikan atas dasar kecintaan terhadap pelestarian seni budaya tradisional Indonesia oleh Almarhum Udjo Ngalagena beserta istrinya, Uum Sumiati pada tahun 1966, kemudian diteruskan oleh putra dan putrinya hingga saat ini

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan