Pemkot Bandung Belum Bisa Pastikan Jumlah Penerima Vaksin Covid-19

BANDUNG – Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung Rita Verita mengaku pihaknya belum bisa memastikan jumlah penerima vaksin di Kota Bandung. Pasalnya, Pemerintah kota (Pemkot) masih menyusun data penerima pasti vaksin Covid-19 di Kota Bandung.

“Pada prinsipnya kita telah koordinasi dengan pemerintah pusat terkait pembagian vaksin, termasuk prioritas penerima vaksin tahap pertama ini. Di situ kan ada persyaratan-persyaratan yang harus terpenuhi,” kata Rita di Balai Kota Bandung, Selasa (8/12).

Dia menuturkan, koordinasi yang dengan pemerintah pusat telah dilakukan secara virtual untuk membahas prioritas penerima vaksin. Dalam pertemuan daring tersebut kata dia, pemerintah secara rinci menjelaskan siap-siapa saja yang akan menjadi prioritas termasuk sejumlah instansi pemerintahan.

“Seperti tenaga kesehatan (nakes) yang menjadi prioritas penerima vaksin. Lalu ada TNI AD, Polri, dan petugas yang memang langsung berhubungan dengan masyarakat. Contohnya seperti Satpol PP, Dishub, Diskar PB dan petugas lainnya,”ungkapnya.

Rita memprediksi, jumlah penerima vaksin covid-19 di Kota Bandung akan lebih dari 10 ribu orang. Hal itu, kata dia, karena banyaknya jumlah tenaga kesehatan, baik di instansi negeri maupun swasta yang ada di Kota Bandung.

Dilansir dari JawaPos.com, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto memastikan secara resmi dalam Keputusan Menteri ada enam jenis vaksin yang akan digunakan di Indonesia dalam vaksinasi melawan covid-19.

Keenam vaksin itu antara lain PT Bio Farma (Persero), AstraZeneca, China National Pharmaceutical Group Corporation (Sinopharm), Moderna, Pfizer Inc. and BioNTech, dan Sinovac Biotech Ltd.

Sebanyak 1,2 juta vaksin Covid-19 Sinovac telah tiba di Bandara Soekarno Hatta, Jakarta pada Minggu malam (6/12/2020). Vaksin buatan Sinovac tersebut, dibawa menggunakan pesawat carter kargo khusus dengan menempuh rute Beijing-Jakarta.

Menteri Terawan menjabarkan, setibanya di Indonesia, vaksin segera mendapat persetujuan penggunaan pada masa darurat (Emergency Use Authorization-EUA) dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) serta sertifikat kehalalan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sehingga semuanya harus aman dan efektif.

“Pemerintah hanya menyediakan vaksin yang terbukti aman dan lolos uji klinis sesuai rekomendasi dari WHO,” ujarnya. (ayu/yan)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan