SOREANG – Politik uang dalam bentuk pembagian sembako ditemukan Pengawas Pemilu Kecamatan (Panwascam) Kertasari. Hal itu diduga dilakukan tim salah satu Paslon pada Pilkada Kabupaten Bandung.
Koordinator Divisi Pengawasan dan Hubungan Antar lembaga Bawaslu Hedi Ardia mengatakan, pembagian sembako ditemukan dengan memanfaatkan fasilitas Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dalam bentuk 150 paket.
’’Paket tersebut diamankan diamankan oleh pengawas pemilu untuk selanjutnya dilakukan penelusuran,’’katanya kepada Jabar Ekspres, Senin, (2/11).
Dia mengatakan, berdasarkan kronologis kejadian, pengawas desa mendapatkan informasi dari warga akan adanya pembagian sembako dari salah satu tim pasangan calon dan langsung berkoordinasi dengan Panwaslu Kecamatan Kertasari.
Atas arahan, dari pengawas kecamatan, pihaknya melakukan pencegahan dengan langsung mendatangi lokasi. Pada pukul 13.00-16.00 terdapat empat mobil pengangkut paket sembako.
’’Saat ini terjadi penyerahan dari RG selaku koordinator desa tim kampanye paslon ke saudara A selaku koordinator RT,’’kata dia.
Setelah diperiksa, setiap bungkus paket sembako tersebut berisi satu bungkus mie instan, satu bungkus gula pasir berisi 500 gram, sarden 1 kaleng dan stiker paslon.
Setelah memastikan paket tersebut mengarah pada tindak politik uang, pihaknya langsung mengamankannya di balai Posyandu Kampung Cibutarua RT 4 RW 4, Desa Neglawangi, kecamatan Kertasari.
“Kami apresiasi atas apa yang telah dilakukan oleh Pengawas Kecamatan dan Desa Neglawangi Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung. Sebab, itu beberapa unsur dugaan politik uangnya ada,” jelasnya.
Herdi menambahkan, meski enggan menyebut nama Paslon yang di dalam stiker itu, pada dasarnya dalam penanganan politik uang baik pemberi dan penerima sama-sama bisa dipidana sesuai pasal 187 A UU No 10/2016. Berbeda dengan pelaksanaan pemilu yang bisa dijerat hanya paslon dan tim kampanye.
’’Kami telah mengimbau kepada masyarakat jangan pernah menerima politik uang dari siapapun,’’ kata Hedi.
Sebab, lanjutnya, bunyi pasal 187 A Undang-undang No 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menyebutkan, setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu akan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.