JAKARTA-Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan berencana melakukan ekspor Alat Perlindungan Diri (APD) dan alat kesehatan lainnya.
Menanggapi rencana itu, Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher menolak rencana itu. Sebab, padakenyataannya Tenaga Kesehatan (Nakes) di Indonesia masih banyak yang jadi korban keganasan Covid-19.
’’Mungkin penyebabnya adalah APD yang digunakan kurang memenuhi standar. Dan disisi lain kenapa pemerintah kok malah mewacanakan ekspor?,“ sesal Netty dala keterangan rilisnya yang dikirim ke Jabar Ekspres, Rabu, (24/6).
Netty menilai, berdasarkan informasi berdasarkan informasi ternyata ada 22 dokter residen yang sedang mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya tertular Covid-19.
Melihat kondisi ini seharusnya pemerintah melakukna kontrol terhadap produk-produk APD yang berasal dalam negeri maupun luar negeri yang tidak memenuhi standar kesehatan.
“Nakes terinfeksi dan APD yang kurang standar, seharusnya ini yang jadi fokus pemerintah, bukan malah bicara ekspor. Ini jadi seperti Jaka Sembung naik ojek, enggak nyambung, Jek,’’seloroh Netty.
Selain itu, keheranan Netty Aher akan wacana ekspor APD cukup beralasan. Sebab pada 22 Juni, jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia sudah mencapai 46.845 jiwa dengan penambahan sebanyak 954 kasus.
’’Jumlah penambahan kasus terbanyak tercatat dari 5 provinsi seperti, Jawa timur, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, dan Sumatera Selatan,’’kata dia.
Istri dari mantan Gubernur Jawa Barat ini menuturkan, ketika wabah Pandemi Covid-19 baru berkembang di Indonesia, kelangkaan APD sempat terjadi diberbagai daerah.
Kemudian, kalangan industri tekstil digerakan untuk memproduksi APD sebagai bentuk menangkal penyebaran Covid-19. Bahkan UMKM juga ikut memprodusi berbagai macam APD itu.
Nam un masalah standarisasi dan sertifikasi APD akhirnya tidak terkontrol dengan baik bahkan cebderung dikesampingkan.
Untuk itu, agar kejadian tertularnya Nakes tidak terjadi lagi, pemerintah harus melakukan standarisasi dan sertifikasi APD.
’’Jangan sampai yang terstandarisasi dan diterima dunia diekspor, di dalam negeri digunakan yang KW-KW. Ini sama saja merendahkan nakes kita yang berhadapan langsung dengan pasien,“ katanya.
Netty menambahkan, jika melihat kurva pandemi Covid-19 yang masih meningkat, artinnya kebutuhan APD di dalam negeri masih besar.