Klaster Ketenagakerjaan Sebaiknya Dicabut dari Omnibus

Penulis:
Dr Atang Irawan
Dosen Fakultas Hukum Unpas

RUU OMNIBUS diharapkan dapat memberikan solusi terhadap lambannya akselerasi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Di antaranya adalah melalui simplikasi terhadap peraturan perundang-undangan.

Sehingga 79 UU disederhanakan dalam kanal RUU Omnibus, dan debirokratisasi terhadap organ pusat dan daerah melalui pergeseran wewenang di bidang perizinan menjadi sangat urgen untuk dilakukan segera.

Salah satu ‘momok’ yang sangat krusial di republik ini adalah virus tindakan koruptif dan gratifikasi yang dilakukan oleh organ atau jabatan yang diberikan kewenangan oleh peraturan perundang-undangan.

Hal ini terjadi karena proses birokrasi yang cukup panjang dan lamban dalam hal pelayanan terhadap publik. Baik perlayanan perizinan maupun non perizinan.

Sehingga debirokratisasi dan simplikasi diharapkan dapat menjadi solusi dalam rangka menghilangkan kanal birokratis rente dalam penyelenggara negara/pemerintahan, serta percepatan investasi.

Perlu diakui, terdapat kelemahan-kelamahan yang harus dikaji secara komprehensif dalam RUU Omnibus. Bahkan tidak hanya terkait simplikasi regulasi karena telah terjadi obisitas peraturan perundang-undangan dan debirokratisasi.

Namun juga kanal organ/lembaga yang diberikan wewenang membentuk peraturan harus dilakukan simplikasi, misalnya saja Pasal 8 UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UUP3), serta Permendagri No 80 Tahun 2015 sebagaimana telah diubah oleh Permendagri No 120 tahun 2018 untuk regulasi di daerah.

Diperlukan membuka ruang kepada banyak kalangan untuk memberikan masukan baik secara teknis maupun secara subtantif. Sebagaimana mekanisme yang diperintahkan oleh UU No 12 Tahun 2011 dan Tata Tertib DPR dalam rangka sinkronisasi dan harmonisasi paling terhadap 79 UU yang dilakukan simplikasi dalam RUU Omnibus.

Beberapa hal yang signifikan terkait dengan hak-hak fundamental rakyat, seharusnya dapat diperhatikan secara mendasar dalam RUU Omnibus.

Negara harus berperan aktif menjaga dan memberikan perlindungan, sebagaimana dimaksudkan dalam Alinea ke-empat UUD 1945, yang mewajibkan negara melakukan perlindungan terhadap rakyat (social defence), untuk menciptakan kesejahteraan (social welfare) terkait dengan berkeadilan tanpa diskriminatif untuk seluruh rakyat Indonesia (justice for all).

Dalam rangka kepastian hukum, pemerintah harus memperhatikan prinsip-prinisp jaminan atas hak-hak fundamental buruh, yaitu terhadap pendapatan buruh (Income Security) dan Jaminan social (Social Security), dengan demikian pemerintah memiliki kewajiban untuk menegakkan hukum tanpa mengurangi hak-hak fundamental buruh.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan