Memang Masjid Agung Surabaya tetap melaksanakan salat Jumat siang nanti. Tapi SOP-nya begitu ketat. (Baca DI’s Way: Masjid Jarang).
Ditambah rencana baru: agar masing-masing membawa sandal atau sepatu yang sudah dimasukkan kantong plastik ke dalam masjid.
Untuk diletakkan di sebelah masing-masing. Agar selesai salat tidak perlu bergerombol di tempat sandal.
Gereja-gereja juga sudah meliburkan kebaktian bersama di hari Minggu. Yang awalnya juga agak seret.
Saya sempat mendapat kiriman video seorang pendeta yang mengajak umatnya jangan takut virus. Dengan alasan gereja itu rumah Tuhan. Kematian itu di tangan Tuhan.
Bahkan pendeta itu turun dari panggung. Berjalan menuju tempat duduk umat. “Jangan takut. Ayo kita pelukan,” katanya dalam khotbahnya.
Lalu jemaat yang di depan itu berdiri. Melayani pelukan sang pendeta.
“Ayo. Pelukan,” katanya lagi. Sambil mengajak jemaat di sebelah yang pertama untuk juga pelukan.
Begitulah seterusnya. Sampai tiga jemaat diajak pelukan.
Saya kenal pendeta itu. Saya pernah hadir di salah satu khotbahnya. Tapi saya tidak tega menegurnya via WA.
Saya pun mendengar seminggu kemudian kebaktian di gereja itu sudah ditiadakan.
Di Israel juga ada problem serupa. Dari jemaah Yahudi Ortodok.
Di negara kecil itu sudah lebih 6.000 warganya yang terkena Covid-19. Meski yang meninggal hanya 33 orang.
Jadi, saya memilih lockdown atau tidak?
Saya memilih sulit menjawab pertanyaan teman-teman di luar negeri. (Dahlan Iskan)